Menelusuri Situs Ratu Boko

    Situs Ratu Boko adalah sebuah situs kuno yang berada di puncak perbukitan Boko. Situs ini masih belum dapat diidentifikasi dengan tepat fungsinya karena prasasti-prasasti yang ditemukan di kawasan ini hanya menyebutkan para penguasa yang pernah memerintah di Situs Ratu Boko. Selain itu, penamaan bangunan, keberadaan gua, serta corak agama Hindu dan Buddha pada struktur bangunan membuat Situs Ratu Boko sangat unik.

Lokasi

    Situs Ratu Boko berada di Padukuhan Dawang, Kalurahan Bokoharjo, Kapanewon Prambanan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Situs ini berada di atas perbukitan Boko dengan ketinggian 195,97 meter di atas permukaan laut. Situs Ratu Boko berjarak sekitar 2 km di selatan kompleks Candi Prambanan, 1,3 km di barat daya Candi Sojiwan, 1,88 km di timur Candi Kalasan, 1,9 km di tenggara Candi Sari, 979 m di barat laut Candi Banyunibo, 1,5 km di barat laut Candi Barong, dan 1,5 km di timur laut Situs Watu Gudig. Berdasarkan kedekatan lokasi Situs Ratu Boko dengan situs-situs kuno lainnya, Situs Ratu Boko menjadi salah satu di antara candi-candi, situs, dan tinggalan arkeologis lainnya yang ada di Dataran Prambanan. 

    Jalan menuju ke Situs Ratu Boko menanjak dan lebarnya cukup untuk dilalui mobil. Namun, bus tidak bisa melewatinya karena jalan terlalu sempit dan berkelok. Kondisi jalan masih bagus dan beraspal. Selain itu, jalan ke Situs Ratu Boko melewati Desa Wisata Plempoh. Keberadaan desa yang dekat dengan Situs Ratu Boko menjadi peluang yang bagus untuk mengembangkan perekonomian masyarakat sekitar. Selain itu, pepohonan yang sangat banyak tumbuh di lereng Bukit Boko, hamparan sawah yang luas di dataran sekitar Bukit Boko, dan lokasi desa yang berada di atas bukit membuat desa ini memiliki potensi besar untuk menjadi objek wisata di dekat Prambanan.


Fasilitas

    Fasilitas yang disediakan di Situs Ratu Boko sangat lengkap, antara lain:

  1. Kamar mandi
  2. Lahan parkir kendaraan
  3. Restoran
  4. Toko cendera mata
  5. Kursi-kursi taman

    Di bagian depan gapura utama dari Situs Ratu Boko ada taman yang cukup luas. Di tengah taman ada air mancur untuk mendinginkan suhu udara di taman. Selain itu, taman memiliki banyak tanaman hias dan pepohonan. Pengunjung bisa membeli minuman dingin atau makanan di warung-warung milik warga sekitar yang berjualan di luar pagar Situs Ratu Boko. Terkadang ada penyewaan payung di dekat pintu loket dan pertunjukan musik di taman tersebut. Pengunjung direkomendasikan untuk mengunjungi Situs Ratu Boko pada pagi atau sore hari karena hanya ada sedikit pohon peneduh di dalam situs. 


Penamaan Situs

    Sebutan 'ratu' menjadi gelar bagi seorang pemimpin dalam masyarakat Jawa, tetapi kata tersebut tidak mengidentifikasi jenis kelamin pemimpin tersebut sebagai seorang perempuan. Dalam Bahasa Jawa Kuno, masyarakat Jawa menyebut penguasa, pemimpin, atau seorang raja laki-laki maupun perempuan dengan sebutan 'ratu'. Dengan demikian, kata 'ratu' pada nama Situs Ratu Boko artinya nama seorang penguasa bernama Boko. Tokoh Ratu Boko berasal dari cerita rakyat tentang asal-usul Candi Prambanan, Candi Sewu, dan candi lainnya yang ada di sekitar Prambanan. Cerita rakyat tersebut bernama kisah Bandung Bondowoso dan Roro Jonggrang

Prasasti di Situs Ratu Boko

    Ada beberapa prasasti yang menjelaskan tentang pembangunan Situs Ratu Boko, antara lain:

    1. Prasasti Abhayagiri (778 M)

    Prasasti Abhayagiri ditemukan di sebelah utara Bukit Ratu Boko. Teks di dalam prasasti ini menggunakan huruf Pra-Nagari yang menjelaskan tentang pembangunan sebuah biara agama (wihara) Buddha oleh Raja Tejapurnama Panangkarana (diperkirakan sama dengan Rakai Panangkaran) pada tahun 784-792 M. Huruf Pra-Nagari adalah salah satu ciri prasasti bercorak Buddha. Bentuk wihara ini mendapat pengaruh dari Ceylon (Sri Lanka). Fungsi Situs Ratu Boko sebagai wihara juga dibuktikan dari keberadaan temuan-temuan bercorak agama Buddha dan batur-batur bangunan rumah. Batur-batur tersebut adalah susunan batu andesit yang disusun sebagai pondasi dari bangunan rumah. Bangunan rumah dibuat dari bahan yang mudah rusak, seperti kayu, sehingga saat ini hanya tersisa baturnya saja

    2. Prasasti Ratu Boko B (856 M)

    Prasasti ini menjelaskan tentang pendirian lingga-yoni oleh Rakai Sri Kumbhayoni yang beragama Hindu. Selain itu, prasasti ini juga menyatakan bahwa Situs Ratu Boko berubah fungsi menjadi sebuah Keraton dan memberi nama daerah Situs Ratu Boko dengan nama Walaing. Prasasti Mantyasih (907 M) dari masa Raja Balitung juga masih menyebut nama daerah Walaing (lokasi Situs Ratu Boko). Dengan demikian, daerah Walaing adalah daerah permukiman yang cukup penting dan masih ada hingga masa pemerintahan Raja Balitung. 

    3. Prasasti Pereng (856 M)

    Prasasti ini ditemukan di Desa Pereng. Isinya membahas tentang pembangunan sebuah bangunan suci untuk memuja Dewa Siwa bernama Badraloka oleh Rakai Walaing pu Kumbhayoni.

    Selain tiga prasasti di atas, masih ada beberapa prasasti lain. Prasasti-prasasti tersebut ada yang berhuruf Pra-Nagari, Jawa Kuno dengan Bahasa Sansekerta, dan Sansekerta-Jawa Kuno. Berikut ini rincian dari prasasti lain:

  • Dua prasasti membahas tentang pembangunan bangunan suci untuk Awalokiteswara. De Casparis, ahli epigrafi, memperkirakan kedua prasasti tersebut berasal dari abad 8 M dan sezaman dengan Prasasti Kalasan.
  • Tiga prasasti dengan huruf Jawa Kuno berangka tahun 778 Saka atau 856 M.
  • Satu prasasti membahas tentang pendirian lingga Kerttiwasa
  • Satu prasasti membahas tentang pendirian lingga Triambaka oleh Raja Kumbhaja
  • Satu prasasti tidak berangka tahun membahas tentang pendirian lingga Hara oleh Raja Kalasodbhawa

    Berdasarkan prasasti-prasasti di atas, Situs Ratu Boko awalnya adalah sebuah wihara Buddha. Kemudian, penguasa lain yang menempati Situs Ratu Boko mengubah situs menjadi sebuah istana. Peralihan ini tidak hanya dalam fungsinya saja, tetapi juga perubahan corak keagamaan terhadap struktur bangunan situs, yaitu agama Buddha ke agama Hindu. Namun, peralihan corak keagamaan terhadap bangunan situs tidak menghilangkan corak agama Buddha yang sudah ada pada bangunan-bangunan di Situs Ratu Boko. Hal ini dibuktikan dengan keberadaan stupa yang masih ada di dalam situs.  


Latar Belakang Pemilihan Tempat Situs Ratu Boko

    Situs Ratu Boko didirikan oleh Rakai Panangkaran sebagai wihara Buddha di atas bukit. Alasan memilih lokasi pembangunan wihara di atas bukit menurut Kusen (1995) bertujuan untuk memberikan kenyamanan kepada biksu dalam menjalankan ibadah. Jika wihara berada di puncak bukit, maka keramaian aktivitas penduduk desa yang berada di kaki bukit tidak dapat mengganggu ketenangan para biksu. Kebutuhan air para biksu dan penduduk yang tinggal di atas bukit didapat dari sumur, mata air, atau Sungai Opak yang jaraknya dekat dengan bukit.

    Selain itu, ada kaitan antara pemilihan lokasi pembangunan Situs Ratu Boko di atas bukit dengan bencana lahar dingin akibat erupsi Gunung Merapi yang sering terjadi. Lahar dingin membawa pasir dan batu yang merusak hingga mengubur segala hal yang dilaluinya, seperti candi, permukiman penduduk, dan lahan pertanian. Bahkan, ada banyak candi yang terkubur di dalam tanah akibat bencana lahar dingin, seperti Candi Kimpulan, Candi Morangan, Candi Kedulan, Candi Sambisari, Candi Gampingan, Situs Mantup, Candi Klodangan, Situs Payak, dan Candi Kadisoka. Selain itu, lahar dingin juga merusak kompleks Candi Sewu, Candi Sojiwan, dan kompleks Candi Prambanan.

    Bencana tersebut menyebabkan banyak penduduk berpindah tempat tinggal ke atas bukit terdekat, salah satunya Bukit Ratu Boko. Keberadaan permukiman penduduk di sekitar Situs Ratu Boko dapat dibuktikan dengan candi-candi, stupa Buddha, lingga-yoni, dan arca-arca berbagai ukuran yang tersebar di perbukitan sekitar Situs Ratu Boko. Beberapa candi tersebut adalah Candi Dawangsari, Candi Barong, Candi Miri, dan Candi Ijo. Kusen (1995) juga menyatakan bahwa peninggalan-peninggalan kuno yang ada di atas bukit ini memiliki unsur pemujaan terhadap Dewa Wisnu sebagai dewa pemelihara dan penolong. Oleh karena itu, unsur pemujaan terhadap Dewa Wisnu tersebut mungkin ada kaitannya dengan bencana lahar dingin yang terjadi. 


Pemugaran dan Penelitian

    Situs Ratu Boko pertama kali ditemukan oleh Van Boeckholtz pada tahun 1790. Kemudian, Situs Ratu Boko diteliti dan dipugar oleh Van Romondt pada tahun 1938. Ia membuat denah dan gambar rekonstruksi gapura utama I dan II, anastilosis bagian kaki, tubuh, atap, pipi tangga, dan saluran air di sebelah kanan dan kiri gapura. Selain itu, ia juga membuat denah rekonstruksi Candi Pembakaran dan bagian sekitar gapura utama I dan II. 

    Pada masa pendudukan Jepang, Soehamir melakukan anastilosis Candi Pembakaran dan gapura utama. Pada tahun 1945-1948, penelitian dan pemugaran Situs Ratu Boko berhenti. Kegiatan penelitian dan pemugaran kembali dilanjutkan pada akhir tahun 1948-1949 terhadap gapura utama I, sekitar pendopo, dan kolam. Pemugaran gapura utama I dan II dilaksanakan pada tahun 1950-1954, sedangkan pemugaran gapura kolam dilaksanakan pada tahun 1960-1965. 

    Dalam Pembangunan Jangka Panjang Tahap I tahun 1978-1993, pemugaran dan anastilosis dilakukan terhadap batur Pendopo, pagar Pendopo, selasar Pendopo, dan batur Pringgitan. Selain itu, penggalian di Situs Ratu Boko berhasil menemukan bentuk talud berkaki, bentuk talud tanpa kaki, dan arca Ganesha. 


Denah Situs Ratu Boko

    Situs Ratu Boko berdiri di atas tanah miring sehingga Situs Ratu Boko memiliki struktur teras-teras. Setiap batas teras diperkuat oleh susunan batu andesit, baik dalam bentuk pagar maupun talud dan gapura menjadi penghubung dari setiap teras tersebut.

Dokumentasi Pribadi: Talud di Situs Ratu Boko

    Situs Ratu Boko memiliki luas 25 hectare yang dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian timur, tengah, dan tenggara. Bagian tengah adalah pintu masuk ke dalam situs. Bagian ini terdiri dari gapura utama, Candi Batu Kapur, lapangan, kolam, Candi Pembakaran, Paseban, dan batu berumpak. Dari bagian tengah, jalan bercabang menjadi dua, yaitu jalan ke bagian tenggara dan timur. Di bagian tenggara terdapat Bale-Bale, 3 miniatur candi, kompleks Keputren, kompleks kolam, dan Pendopo. Kemudian, di bagian timur ada stupa Budha, kolam, dan gua. Pembahasan rinci dari setiap bangunan di dalam Situs Ratu Boko sebagai berikut.

    1. Gapura Utama
Gapura utama Situs Ratu Boko ada dua, yaitu gapura utama I dan gapura utama II. 
        a. Gapura utama I berada di teras 1. Gapura 1 terdiri dari 3 gapura paduraksa (gapura dengan atap). Gapura paduraksa bagian tengah lebih besar dari dua gapura paduraksa yang mengapitnya. Atap gapura paduraksa bagian tengah datar, sedangkan atap dari dua gapura paduraksa pengapit memiliki atap bertingkat 3 (gapura paduraksa pengapit sebelah kiri hanya tersisa 2 tingkat atap) berbentuk ratna. Gapura utama I terbuat dari batu andesit, tetapi lantai, tangga, dan pagarnya terbuat dari batu putih. Gapura utama I memiliki panjang 12,15 m, lebar 6,9 m, dan tingginya 5,05 m. Tangga naik menuju ketiga gapura paduraksa ini dilengkapi dengan pipi tangga yang bagian ujung bawahnya dihiasi ukiran gelung (hiasan ukel) dan pangkal atasnya ada ukiran kepala raksasa. Permukaan luar pipi tangga dihiasi ukiran sulur-suluran dan bunga. 
        b. Gapura utama II berjarak sekitar 15 meter dari gapura utama I. Gapura utama II berada di teras 2. Teras 2 lebih tinggi daripada teras 1 sehingga jumlah anak tangga dari teras 1 ke teras 2 ada banyak. Gapura utama II terdiri dari 5 gapura paduraksa. Gapura paduraksa bagian tengah lebih lebar daripada dua pasang gapura paduraksa pengapitnya. Sepasang gapura paduraksa pengapit pertama berukuran sedang. Ukuran sepasang gapura paduraksa pengapit kedua (pengapit terluar) lebih kecil daripada gapura paduraksa lain. Gapura utama II memiliki panjang 18,6 m, lebar 9 m, dan tingginya 4,5 m. 
        Selain itu, ada 3 tangga naik dari teras 1 ke teras 2. Ketiga tangga tersebut mengarah ke gapura paduraksa bagian tengah dan sepasang gapura pengapit pertama. Sepasang gapura pengapit kedua tidak dilengkapi oleh tangga teras. Tangga tengah lebih lebar daripada dua tangga yang mengapitnya. Batu asli dari pipi tangga tidak ada sehingga pipi tangga diganti dengan batu pengganti yang polos.
Gapura utama II adalah titik swafoto yang terkenal dari Situs Ratu Boko. Dari sini, pengunjung bisa melihat pemandangan luas dari atas bukit. Keindahannya semakin bertambah saat sore hari karena matahari terbenam menjadi pemandangan utama dari gapura utama II.

Dokumentasi Pribadi: Gambar atas: Gapura Utama II, Gambar tengah: Gapura Utama I, Gambar bawah: Hiasan di pipi tangga

    2. Candi Batu Kapur
    Candi ini  berada di teras 1 dan berjarak 45 m sebelah timur laut dari gapura utama I. Bentuk candi berupa sebuah batur yang terbuat dari batu kapur berukuran 5 m x 5 m. Batur ini kemungkinan adalah pondasi dari sebuah bangunan kayu.

    3. Lapangan
    Setelah dari gapura utama II, pengunjung akan berada di lapangan yang sangat luas. Lapangan ini bisa disebut alun-alun dari Situs Ratu Boko. Di sebelah utara lapangan dan di belakang Candi Pembakaran ada sebuah kolam yang cukup lebar. Di beberapa sisi kolam ada sisa-sisa pagar dari batu putih. Kemudian, di sebelah timur lapangan terdapat sisa-sisa bangunan yang saat ini hanya berupa tumpukan batu-batu lepas dan beberapa pagar yang masih utuh dari batu putih. Bagian utara dan timur laut lapangan dibatasi oleh tebing batu, sedangkan bagian barat dan selatan lapangan dibatasi oleh talud batu andesit. Pada sudut barat daya lapangan ada dua pohon besar yang dapat dipakai oleh pengunjung untuk berteduh. 
    Lapangan ini adalah tempat percabangan jalan. Jalan pertama berada di sebelah utara dan jaraknya sangat dekat dengan gapura utama II. Jalan ke utara mengarah ke Candi Pembakaran dan Gardu Pandang yang berada di atas tebing batu sebelah utara lapangan. Dari Gardu Pandang, pengunjung bisa melihat puncak Candi Prambanan dengan latar belakang pemandangan Gunung Merapi. Bangunan Gardu Pandang berupa sebuah pendopo dari kayu dan terdapat sebuah arca di tengah pendopo. Sayangnya, tidak ada keterangan yang menjelaskan tentang arca tersebut. Di belakang arca terdapat sebuah lapik arca berbentuk bujur sangkar. Arca tidak diletakkan di atas lapik arca yang kemungkinan untuk mencegah arca rusak karena jatuh dari lapik arca.

Dokumentasi Pribadi: Arca di Gardu Pandang

    Jalan kedua berada di sebelah timur dan jaraknya sekitar 75 m dari gapura utama II. Jalan ini mengarah ke gua di Situs Ratu Boko. Di sebelah selatan dari jalan ini masih ada rumah warga yang mungkin belum terkena pembebasan lahan. Padahal, tanah di sekeliling rumah tersebut sudah mengalami pembebasan lahan untuk Situs Ratu Boko. 

    Jalan ketiga berada di sebelah selatan lapangan dan berjarak sekitar 135 m dari gapura utama II. Jalan ini mengarah ke dua batur berbentuk persegi panjang yang disebut Paseban. Kemudian, ada sebuah gapura dan tangga turun ke teras 1.  Dari gapura ini, jalan mengarah ke bagian tenggara Situs Ratu Boko, yaitu Pendopo dan Keputren. 

    4. Candi Pembakaran
    Bangunan ini berjarak 37 meter dari gapura utama II. Sesuai dengan namanya, candi ini diperkirakan berfungsi sebagai tempat ritual pembakaran. Candi ini disebut Candi Pembakaran karena di dalam sumuran candi dahulu ditemukan abu. Banyak orang yang mengira bahwa sumuran candi berfungsi sebagai tempat pembakaran jenazah raja. Setelah diteliti, abu itu ternyata adalah sisa pembakaran kayu, bukan sisa pembakaran tulang. Candi Pembakaran menghadap ke barat sesuai dengan tangga naik candi yang berada di sebelah barat. Candi ini ditemukan dalam keadaan tidak utuh karena hanya tersisa pondasi candi dan lantai candinya saja sehingga candi terlihat berundak dua. Candi Pembakaran memiliki ukuran 22,6 m x 22,33 m dan tingginya 3,82 m. Batu penyusun bagian luar candi adalah batu andesit, sedangkan batu penyusun bagian dalam candi adalah batu putih. Pada bagian tengah candi terdapat sumuran berukuran 4 x 4 m dan cukup dalam. Untuk menjaga keamanan pengunjung, sumuran ini diberi pagar keliling. 

Dokumentasi Pribadi: Sumuran di Candi Pembakaran

    Kemudian, ada satu sumur yang dipercaya merupakan sumber air suci di sudut tenggara Candi Pembakaran. Sumur ini berukuran 2,3 m x 1,8 m. Kedalaman sumur ini adalah 5 m. Pada musim kemarau, tinggi permukaan air di dalamnya sekitar 2 m. Dahulu, air sumur ini digunakan untuk kegiatan upacara keagamaan di Candi Pembakaran. Air sumur ini juga digunakan untuk upacara Tawur Agung yang dilaksanakan sehari sebelum Nyepi. Di dalam upacara Tawur Agung, air sumur dimasukkan ke dalam kendi, kemudian diberi mantra dan doa dari para pendeta agama Hindu. Setelah itu, air suci dibawa ke halaman Candi Prambanan yang menjadi lokasi dilaksanakannya upacara Tawur Agung.

    5. Paseban
    Paseban adalah tempat yang digunakan untuk menghadap raja atau ruang tunggu bagi tamu yang ingin menemui raja. Paseban berasal dari kata Bahasa Jawa, yaitu 'seba' yang artinya 'menghadap'. Paseban di Situs Ratu Boko terdiri dari dua batur berbahan batu andesit. Batur paseban timur memiliki panjang 24,6 mm, lebar 13,3 m, dan tingginya 1,16 m. Batur paseban barat memiliki panjang 24,42 m, lebar 13,34 m, dan tingginya 0,83 m. Kedua batur membujur ke arah utara-selatan. Di lantai batur ada 20 umpak yang digunakan untuk tumpuan tiang bangunan yang terbuat dari kayu dan 4 alur yang mungkin merupakan bekas tumpuan dinding pembatas bangunan.
Dua batur yang diperkirakan saling berhadapan ini sebenarnya belum diketahui dengan pasti fungsinya. Namun, dua batur ini disebut 'paseban' karena dianalogikan dengan struktur paseban yang ada di keraton saat ini.

    6. Pendopo
    Pendopo adalah sebuah bangunan batur yang dikelilingi oleh pagar keliling yang cukup tinggi. Di sekeliling Pendopo ada banyak tumpukan batu-batu candi yang belum dipugar. Tumpukan batu-batu candi itu berada di teras yang berbeda dengan Pendopo. Penghubung antara kedua teras adalah sebuah gapura. Jarak pintu masuk Pendopo dengan gapura sekitar 35 m. Di antara gapura dan Pendopo ada sebuah halaman yang cukup luas. 

Dokumentasi Pribadi: Pendopo

    Pagar keliling dari Pendopo memiliki panjang 40,8 m, lebar 33,9 m, dan tingginya 3,45 m. Bagian kaki dan atap dari pagar keliling ini terbuat dari batu andesit, sedangkan tubuhnya dibuat dari susunan batu putih. Semua sisi luar pagar keliling dilengkapi oleh lubang air. Fungsinya adalah mengalirkan air dari dalam pagar keliling ke luar pagar keliling. Lubang air berbentuk Jaladwara dan di bawah mulutnya terdapat sebuah batu berbentuk lonjong dengan ukiran gelung dan bagian tengahnya sedikit cekung. 
Gapura dari pagar keliling Pendopo adalah gapura paduraksa yang dilengkapi oleh kemuncak bertingkat. Selain itu, bentuk kemuncak seperti kuncup bunga juga tersusun berderet di bagian atas pagar keliling.

    Di dalam pagar keliling terdapat dua batur berbahan batu andesit. Batur sebelah utara memiliki panjang 20,57 m, lebar 20,49 m, dan tingginya 1,43 m. Batur sebelah selatan memiliki panjang 20,5 m, lebar 7,04 m, dan tingginya 1,51 m. Kedua batur dihubungkan oleh sebuah selasar. Kedua sisi selasar penghubung ini dilengkapi oleh tangga untuk turun dari batur. 

    Batur sebelah utara adalah batur Pendopo, sedangkan batur sebelah selatan adalah batur Pringgitan. Pringgitan adalah bangunan yang menempel dengan bangunan Pendopo dan ukurannya lebih kecil daripada bangunan Pendopo. Pada batur Pendopo ada 24 umpak, sedangkan di batur Pringgitan ada 12 umpak. Bangunan Pendopo dan Pringgitan diperkirakan terbuat dari kayu (umpak-umpak tadi digunakan untuk menopang tiang kayu bangunan) dan memiliki dinding. 

    Pagar keliling Pendopo sisi selatan dan utara memiliki sebuah gapura paduraksa, sedangkan sisi timur pagar keliling buntu. Namun, di balik pagar keliling sisi timur ini ada sebuah batur yang membujur utara-selatan yang disebut Bale-Bale. Di sebelah utara Bale-Bale ada sebuah sumur berbentuk persegi. Gapura pagar keliling sebelah utara mengarah ke jalan menuju gua, sedangkan gapura pagar keliling sebelah selatan mengarah ke sebuah teras batu yang dilengkapi oleh beberapa umpak, 4 lantai batu yang ukurannya lebih kecil di atasnya, dan 3 candi kecil.

    Keempat lantai batu itu terdiri dari 3 lantai batu berukuran kecil yang tersusun utara-selatan berhadapan dengan sebuah lantai batu yang lebih lebar di sebelah baratnya. Lantai batu yang lebih lebar adalah bekas bangunan karena ada banyak umpak, sedangkan 3 lantai batu berfungsi sebagai tempat pemujaan, khususnya lantai batu bagian tengah yang memiliki 3 miniatur candi dan sebuah sumuran.

Dokumentasi Pribadi: Miniatur Candi dan Sumuran

    Ketiga miniatur candi itu berfungsi sebagai tempat untuk memuja Trimurti dalam agama Hindu. Candi di tengah ukurannya lebih besar dibandingkan dua candi yang mengapitnya. Candi tengah tersebut berfungsi untuk memuja Dewa Wisnu, sedangkan candi pengapit berfungsi untuk memuja Dewa Brahma dan Dewa Siwa. Ketiga miniatur candi tidak dilengkapi oleh atap candi dan tubuh candi sebelah selatan sudah tidak ada. Sumuran berbentuk persegi panjang berada tepat di depan miniatur candi untuk memuja Wisnu.

    7. Kompleks Kolam
    Kompleks kolam dari Situs Ratu Boko berada di sebelah timur Pendopo dan di teras yang posisinya lebih rendah daripada teras lokasi Pendopo. Oleh karena itu, seluruh bagian kompleks kolam dapat terlihat jelas dari Pendopo dan di kejauhan terlihat Keputren. Di bagian utara kompleks kolam ada beberapa tumpukan batu-batu lepas candi yang belum dipugar dan beberapa stupa Buddha.

Dokumentasi Pribadi: Gambar atas: kompleks kolam; Gambar bawah: kepala kala di gapura paduraksa

    Kompleks kolam terdiri dari dua bagian, yaitu kolam utara dan kolam selatan. Kedua bagian kolam dipisahkan oleh dinding pagar dengan sebuah gapura paduraksa. Dinding pagar tersebut adalah pagar yang mengelilingi kolam sebelah selatan. Kolam selatan berjumlah 28 buah yang terdiri dari 14 kolam berukuran besar berbentuk lingkaran, 13 kolam berukuran kecil berbentuk lingkaran, dan 1 kolam berukuran kecil berbentuk segi empat. 

    Pagar keliling dari kolam selatan memiliki gapura paduraksa di sisi utara, barat, dan selatan. Dinding pagar keliling kolam selatan sebelah timur sudah tidak ada. Pagar keliling terbuat dari susunan balok-balok batu di bagian luar dan tumpukan batu-batu bulat utuh yang tidak dipahat di bagian dalamnya. 
Kolam utara tidak dikelilingi oleh pagar keliling. Jumlah kolam utara ada 7 buah yang terdiri dari 5 kolam berukuran besar dan dalam serta 2 kolam berukuran kecil dan dangkal. 

    Di antara kompleks kolam dengan talud teras Pendopo ada celah sempit yang dilengkapi oleh dua gapura paduraksa. Salah satu gapura paduraksa tersebut posisinya sejajar dengan gapura paduraksa dari pagar keliling kolam selatan. Kemudian, ada sisa pagar yang menempel di gapura paduraksa sebelah barat kolam utara. Sisa pagar tersebut mungkin adalah pagar keliling dari kolam utara. Kedua gapura paduraksa di celah antara kompleks kolam dan Pendopo memiliki relief Kala di atas pintunya. Relief Kala ini memiliki dua taring yang panjang, hidung yang besar, mata bundar, dua lengan dengan telapak tangan terbuka ke depan, dan memiliki rahang bawah. Di sisi kiri-kanan pintu dihiasi relief makara.

    8. Keputren
    Keputren adalah bagian dari keraton yang menjadi tempat tinggal bangsawan putri. Keputren di Situs Ratu Boko terdiri dari dua batur. Kedua batur terbuat dari batu andesit. Batur selatan memiliki panjang 21,43 m, lebar 22,7 m, dan tingginya 1,75 m. Lantai batur selatan memiliki 84 umpak. Batur utara memiliki panjang 16,4 m dan lebar 14,9 m. Selain itu, batur utara terdiri dari dua tingkat. Tingkat pertama berukuran 44,4 m x 14,9 m dan tingginya 82 cm, sedangkan tingkat kedua berukuran 11,96 m x 14,9 m dan tingginya 1,62 m. Di depan batur utara ada beberapa umpak batu yang tergeletak di atas tanah.

    9. Gua
    Gua di Situs Ratu Boko ada dua, yaitu Gua Lanang dan Gua Wadon. Kedua gua tersebut berada di lereng bukit batu dan menghadap ke selatan. Dalam Bahasa Jawa, 'lanang' artinya laki-laki, sedangkan 'wadon' artinya perempuan. Penamaan Gua Wadon berasal dari relief yoni yang ada di atas pintu gua. Yoni sebagai simbol perempuan biasanya dilengkapi dengan lingga sebagai simbol laki-laki. 

Dokumentasi Pribadi: Gua di Situs Ratu Boko

    Bentuk gua adalah persegi dengan langit-langit yang rendah sehingga fungsi gua diperkirakan sebagai tempat bersemedi. Selain itu, gua terlihat seperti hanya sebuah ceruk di dinding tebing. Ada beberapa lubang berbentuk persegi di sekitar mulut gua yang kemungkinan berfungsi untuk meletakkan balok kayu penahan struktur atap dari bangunan tambahan di depan mulut gua. 

    Di bagian dalam gua ada beberapa relung-relung berbentuk persegi dan di depan Gua Lanang, berjarak kurang lebih 5 m, ada satu kolam berbentuk persegi. Di tengah dasar kolam tersebut ada sebuah lapik arca berbentuk padma. Bagian tengah lapik arca ada sebuah lubang. Dinding kolam itu juga memiliki 4 ceruk berbentuk setengah kuncup teratai. Posisinya berada di dinding sisi timur, utara, dan selatan. Di dalam Gua Wadon ada 4 relung yang terdiri dari satu relung di dinding barat dan 3 relung di dinding timur. Sayangnya, permukaan gua dipenuhi oleh coretan dan pahatan dari vandalisme yang dilakukan oleh pengunjung.

    Sumber:
  1. Sumber: Sedyawati, E., Santiko, H., Djafar, H., Maulana, R., Ramelan, W.D.S., Ashari, C. (2013). Candi Indonesia Seri Jawa. Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 
  2. Rangkuti, N. (2003). Bibliografi Beranotasi Tentang Situs Keraton Ratu Boko. Berkala Arkeologi, 23(1), 121–131. https://doi.org/10.30883/jba.v23i1.867
  3. Kusen, nfn. Kompleks Ratu Boko: Latar Belakang Pemilihan Tempat Pembangunannya. Berkala Arkeologi, 15(3), 128–132. https://doi.org/10.30883/jba.v15i3.684
  4. Ratu Boko. (n.d.). Diakses pada Oktober 8, 2024 dari borobudurpark.com: https://borobudurpark.com/temple/ratu-boko/ pukul 14.52 WIB
  5. Kompleks Ratu Boko: Candi Pembakaran Ratu Boko. (n.d.). Diakses pada Oktober 8, 2024 dari jogjacagar.jogjaprov.go.id: https://jogjacagar.jogjaprov.go.id/detail/555/displayrecords-i-nama-warisan pukul 15.00 WIB
  6. Bambang Prasetya Wahyuhono dan Wahyu Indrasana, 1993, ''Lima Belas Tahun Pemugaran Situs Ratu Boko”, dalam Pertemuan Teknis Dalam Rangka Evaluasi Program Pemugaran Situs Ratu Boko Yogyakarta
  7. Subroto, Ph., 1993, "Kegiatan-Kegiatan Penelitian Situs Ratu Boko" dalam Pertemuan Teknis Dalam Rangka Evaluasi Program Pemugaran Situs Ratu Boko Yogyakarta 19-23 Juli 1993
  8. Candi Ratu Boko: Sejarah, Legenda, Daya Tarik, dan Struktur Bangunannya. (2023, Desember 10). Diakses pada Oktober 8, 2024 dari detik.com: https://www.detik.com/jogja/plesir/d-7080775/candi-ratu-boko-sejarah-legenda-daya-tarik-dan-struktur-bangunannya pukul 20.45 WIB
  9. Candi Kraton Ratu Boko. (2017, April 22). Diakses pada Oktober 9, 2024 dari pariwisata.slemankab.go.id: https://pariwisata.slemankab.go.id/2017/04/22/candi-kraton-ratu-boko/ pukul 14.14 WIB

Komentar

Postingan Populer