Mengkaji Keunikan Candi Kedulan

    Candi Kedulan adalah sebuah candi yang bentuk arsitekturnya mirip dengan Candi Sambisari. Bahkan, lokasi Candi Kedulan hanya berjarak 3 km dari Candi Sambisari. Candi Kedulan juga tertimbun di dalam tanah seperti Candi Sambisari akibat erupsi gunung Merapi di masa lalu yang terjadi berulang kali. Beberapa candi lain yang tertimbun tanah, antara lain Candi Palgading, Candi Kimpulan, Situs Klodangan, Candi Kadisoka, Candi Mantup, Candi Gampingan, Candi Morangan, dan Situs Payak. Candi Kedulan merupakan candi Hindu berdasarkan berbagai temuan dan bentuk arsitekturnya.

    Keterangan: Pengamatan dilakukan pada tanggal 16 Maret 2024

Lokasi

    Candi Kedulan berada di Padukuhan Kedulan, Kalurahan Tirtomartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Lokasi Candi Kedulan dekat dengan Candi Sambisari (berjarak 3,35 km), Candi Sari (berjarak 2,16 km), Candi Kalasan (berjarak 2,76 km), dan Candi Prambanan (berjarak 3 km). Selain itu, Candi Kedulan berada pada ketinggian sekitar 168 meter di atas permukaan laut. Candi Kedulan dekat dengan ladang kering dan lahan persawahan warga. Terdapat sebuah sungai, bernama sungai Wareng, di sebelah barat candi dan jaraknya sekitar 15 meter dari Candi Kedulan. Lebar sungai Wareng sekitar 3-5 meter. Hulu sungai Wareng berada di kaki gunung Merapi dan aliran sungainya mengalir ke selatan. Permukaan air sungai Wareng akan naik pada musim penghujan, tetapi air sungai akan kering pada musim kemarau. Hujan lebat juga dapat membuat Candi Kimpulan terendam air karena Candi Kimpulan berada di dalam cekungan tanah yang cukup dalam. 

    Lingkungan di sekitar Candi Kedulan masih bebas dari bangunan rumah warga. Kondisi ini sangat menguntungkan Candi Kedulan guna penelitian, ekskavasi lanjutan, pemeliharaan, maupun pembangunan fasilitas penunjang pariwisata di sekitar candi. Namun, peningkatan pembangunan permukiman dan pertokoan tidak akan dapat dikendalikan jika lahan di sekitar Candi Kedulan belum menjadi bagian dari kawasan Candi Kedulan.  

    Pengunjung bisa melalui Jalan Raya Solo-Yogyakart - Jalan LPMP Raya - Jalan Raya Kalimati-Segaran untuk menuju ke Candi Kedulan. Setelah itu, pengunjung akan memasuki jalan masuk Candi Kedulan. Jalan tersebut masih berupa jalan berpasir dan dilengkapi oleh papan penunjuk arah ke Candi Kedulan. Candi Kedulan tidak terlihat dari Jalan Raya Kalimati-Segaran karena posisi candi yang berada di dalam cekungan tanah berukuran besar dan candi tertutup oleh pepohonan yang rindang jika dilihat dari Jalan Raya Kalimati-Segaran.

Fasilitas

    Candi Kedulan dilengkapi oleh beberapa fasilitas untuk mendukung kegiatan pariwisatanya. Beberapa fasilitas tersebut, antara lain: 

  1. Tempat parkir yang sangat luas
  2. Kamar mandi
  3. Musala
  4. Bangunan besar yang menyimpan beberapa temuan di Candi Kedulan

    Temuan yang dipajang di sini, antara lain wadah peripih, fragmen gerabah, sebuah arca yang belum selesai dipahat, pecahan tulang, fragmen kayu, cap daun, fragmen keramik, dan sebuah lingga berukuran kecil. Selain itu, ada beberapa papan informasi yaitu peta sebaran cagar budaya dan situs di sekitar Kedulan, informasi tentang pusaka bangunan Keraton Yogyakarta, peta persebaran situs masa klasik di Yogyakarta, daftar temuan arkeologis di Candi Kedulan, dan informasi mengenai aktivitas vulkanik gunung Merapi. Daftar temuan yang tercantum di dalam papan informasi, antara lain:

        a. Empat buah mangkok keramik di sebelah utara tangga perwara pada kedalaman 7 meter (lapisan keempat)

        b. Dua buah prasasti ditemukan 3 meter di sebelah selatan candi induk pada kedalaman 6 meter (lapisan keempat)

        c. Pokok pohon sepanjang 50 cm ditemukan pada lapisan tanah kelima

        d. Arca Durga ditemukan pada lapisan tanah ketiga

        e. Arca Mahakala

        f. Arca Ganesa ditemukan pada lapisan tanah ketiga

        g. Arca Nandiswara

        h. Arca Agastya ditemukan pada lapisan tanah keempat

        i. Yoni ditemukan pada lapisan tanah kesebelas

        j. Lingga ditemukan pada lapisan tanah ke-9 atau ke-10

    Sayangnya, semua temuan dan papan informasi di sini kurang terawat.

    5. kursi taman

Dampak Erupsi Gunung Merapi terhadap Candi Kedulan

    Candi Kedulan adalah salah satu candi di Kabupaten Sleman yang terkubur di dalam tanah akibat lahar dingin dari erupsi gunung Merapi. Lahar dingin membawa berbagai material vulkanik dari puncak gunung Merapi. Aliran lahar dingin dari gunung Merapi mengalir ke selatan melalui sungai-sungai di Yogyakarta. Banyak candi yang dibangun dekat dengan sungai sehingga lahar dingin berdampak langsung terhadap konstruksi candi. 

    Candi Kedulan berada dekat dengan sungai Wareng. Sungai tersebut juga menjadi salah satu sungai yang diterjang oleh lahar dingin. Aliran lahar dingin membuat Candi Kedulan terkubur di dalam tanah. Hal ini dibuktikan dari jenis tanah di sekitar Candi Kedulan yang didominasi oleh tanah pasir dan berkerikil. Selain itu, hasil penelitian stratigrafi menunjukkan bahwa terdapat banyak lapisan tanah hasil endapan atau penimbunan material gunung Merapi di kawasan Kedulan. Candi Kedulan diperkirakan mengalami dua kali terkubur material lahar besar. Candi Kedulan diperkirakan juga terkena dampak dari lahar dingin akibat letusan gunung Merapi yang cukup besar pada awal abad ke-11 (sekitar tahun 1006 M).

Penemuan, Ekskavasi, dan Pemugaran Candi Kedulan

    Candi Kedulan pertama kali ditemukan secara tidak sengaja oleh para penambang pasir pada tanggal 24 November 1993. Pada kedalaman 2 meter, mereka menemukan batu andesit saat menggali pasir. Kemudian, mereka menemukan struktur bangunan dari batu andesit yang sudah roboh. Pada saat itu, lokasi penemuan Candi Kedulan adalah sebuah lahan gersang yang menjadi tanah bengkok Kalurahan Tirtomartani. Mereka melaporkan temuan tersebut kepada Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala (SPSP) Daerah Istimewa Yogyakarta (kemudian bernama Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Yogyakarta dan sekarang bernama Balai Pelestarian Cagar Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta). Kemudian, SPSP DIY langsung melakukan ekskavasi penyelamatan, pengumpulan data, dan anastilosis di lokasi penemuan candi tersebut. Kegiatan penyelamatan hingga pamugaran Candi Kedulan dilakukan secara bertahap dan membutuhkan waktu yang lama. Berbagai kegiatan pelestarian Candi Kedulan, antara lain:

    1. Eskavasi, pengumpulan data, dan anastilosis (tahun 1993 hingga tahun 2001)

Anastilosis candi adalah rekonstruksi bentuk candi dengan komponen penyusunnya mengutamakan batu-batu asli dari candi.

    2. Studi kelayakan pemugaran (tahun 2002). Hasil:

        a. Komponen batu penyusun candi yang ditemukan sebanyak 85%

        b. Bentuk candi dapat diidentifikasi

        c. Candi Kedulan layak dipugar

    3. Studi teknis (tahun 2004). Hasil:

        a. Menentukan langkah teknis pemugaran

        b. Menentukan jumlah anggaran biaya pemugaran

        c. Menentukan rencana penataan lingkungan

    4. Studi teknis terkait hidrologi untuk mengatasi masalah genangan air di Candi Kedulan (2008)

    5. Pengumpulan data dan pembongkaran candi induk (tahun 2015 dan tahun 2017)

    6. Pemugaran candi induk (tahun 2018)

    7. Pemugaran candi perwara (tahun 2019)

    8. Pemugaran pagar keliling Candi Kedulan (tahun 2020)

    9. Penataan lingkungan/landscaping (tahun 2021)

    Pada mulanya, penemuan Candi Kedulan oleh para penambang pasir dan usaha ekskavasi dari BP3 berhasil menemukan candi induk. Candi tersebut berada di sebelah barat sebuah jalan kampung. Jalan kampung tersebut adalah jalan berpasir yang saat ini menjadi jalan masuk ke Candi Kedulan. Meskipun candi mengalami kerusakan berat akibat terjangan lahar dingin pada masa lalu, seluruh batu penyusunnya ditemukan in situ. Kemudian, dua buah prasasti ditemukan tidak jauh dari candi induk pada tahun 2002. Dua prasasti tersebut bernama prasasti Sumundul dan prasasti Pananggaran. Kedua prasasti tersebut ditemukan pada kedalaman 6 meter di bawah permukaan tanah dan berjarak 3 meter di sebelah selatan candi induk. Setelah itu, prasasti ketiga, bernama prasasti Tlu Ron, ditemukan pada tahun 2015. 

    Pada bulan Juli 2018, pemasangan yoni dan lingga di candi induk dilaksanakan. Yoni dari candi induk seberat 5 ton dan lingga dari yoni tersebut seberat 250 kilogram. Sejak awal penemuan candi induk, yoni berada di sebelah selatan candi induk, sedangkan lingga dari yoni itu diamankan di kantor BPCB DIY Bogem, Kapanewon Kalasan. Pemasangan yoni dan lingga ke bagian tengah bilik utama (garbhagrha) menggunakan peralatan sederhana. Cerat yoni berada di sebelah utara. Bagian bawah cerat yoni di dalam candi induk memiliki ukiran naga dan kura-kura. Kedua hewan tersebut berhubungan dengan kisah pencarian air suci amerta. Naga melambangkan dunia bawah, sedangkan kura-kura adalah penjelmaan Dewa Wisnu. Setelah yoni dan lingga berhasil dipasang, bagian tubuh dan atap candi induk dipugar. 

    Tidak disangka, candi induk ternyata memiliki 3 candi perwara yang berhadapan dengannya. Pada tahun 2003, penemuan candi perwara di Situs Kedulan membuat banyak masyarakat dan media berita segera mendatangi Situs Kedulan. Candi perwara pertama yang diekskavasi adalah candi perwara sebelah selatan. Kemudian, candi perwara tengah dan candi perwara sebelah utara diekskavasi secara berurutan. Setelah ketiga candi perwara berhasil diekskavasi, semua batuan candi perwara direkonstruksi untuk mengetahui bentuk utuh dari candi. Setelah pemugaran candi induk selesai, ekskavasi lanjutan dilakukan di lokasi candi perwara. Kemudian, candi perwara mulai dipasang di lokasi aslinya pada tahun 2019. Hasil ekskavasi di sebelah timur candi perwara berhasil mengungkap bagian pagar keliling candi beserta dengan pintu gerbangnya. Jenis gerbang dari pagar keliling adalah gapura paduraksa dengan hiasan kemuncak dan antefiks di atapnya. 

    Kompleks Candi Kedulan dikelilingi oleh pagar keliling. Keberadaan pagar keliling ini mirip dengan pagar keliling yang ada di Candi Sambisari. Kompleks Candi Sambisari dikelilingi oleh 3 pagar keliling yang masing-masing menjadi pagar halaman bertingkat. Penemuan pagar halaman I dari Candi Kedulan memberikan kemungkinan adanya pagar halaman II. Namun, hanya pagar halaman I yang berhasil ditemukan. Pagar halaman I sisi utara, timur, dan selatan berhasil dipugar, sedangkan sisi barat belum dipugar. Ketiga sisi pagar halaman I masing-masing memiliki gapura paduraksa. Namun, gapura sisi timur saja yang bisa dilewati, sedangkan gapura sisi utara dan selatan ditutup dengan batu putih. 

    Berdasarkan bentuk arsitektur, ukuran, dan keberadaan 3 candi perwara di depan candi induk, Candi Kedulan mirip dengan Candi Sambisari yang sudah selesai dipugar pada tahun 1987. Namun, kedua candi tersebut tetap memiliki perbedaan dan keunikan masing-masing. Selain itu, candi induk di Situs Kedulan menghadap ke timur dan ketiga candi perwaranya menghadap ke barat. Sebaliknya, candi induk di Situs Sambisari menghadap ke barat dan ketiga candi perwaranya menghadap ke timur. 

Tiga Prasasti di Candi Kedulan

    Ada 3 prasasti yang ditemukan di kompleks candi Kedulan. Berikut ini penjelasan dari ketiga prasasti tersebut.

    1. Prasasti Sumundul

        a. Ditemukan tahun 2002

        b. Dibuat pada masa pemerintahan Raja Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala (855 – 884/5 M)

        c. Prasasti berangka tahun 791 Saka atau 868 Masehi

    2. Prasasti Pananggaran

        a. Ditemukan tahun 2002

        b. Dibuat pada masa pemerintahan Raja Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala (855 – 884/5 M)

        c. Prasasti berangka tahun 791 Saka atau 868 Masehi

    3. Tlu Ron

        a. Ditemukan tahun 2015

        b. Dibuat pada masa pemerintahan Raja Rakai Watukura Dyah Balitung (898 – 910 M)

        c. Prasasti memiliki sengkalan tahun saka dua-aswin-gajah yang artinya tahun 822 Saka atau 30 Maret 900 Masehi

    Prasasti Sumundul dan prasasti Pananggaran telah diterjemahkan dan diinterpretasikan oleh Dr. Riboet Darmosutopo dan Drs. Tjahjono Prasodjo, M.A. dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada. 

    Berdasarkan tahun yang tertera pada ketiga prasasti, maka dapat disimpulkan bahwa Candi Kedulan diperkirakan dibangun pada masa pemerintahan Raja Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala pada abad ke-9 M dan pembangunannya masih dilakukan pada masa pemerintahan Watukura Dyah Balitung pada abad ke-10. Hal ini didukung oleh isi dari prasasti Tlu Ron yang menyebutkan bahwa Raja Balitung pada masa pemerintahannya mengadakan pemugaran terhadap candi.

    Ketiga prasasti mengandung suatu topik yang sama, yaitu pembahasan mengenai keberadaan bangunan suci (parahyangan) untuk memuja dewa yang lokasinya berada di Tiwa(ga)haryyan (prasasti Sumundul menyebutnya Tigaharyyan, sedangkan prasasti Pananggaran menyebutnya Tiwaharyyan) atau di Tiga Ron (artinya ‘tiga daun’) menurut prasasti Tlu Ron. Nama-nama lokasi yang disebut di dalam ketiga prasasti tersebut diduga merujuk ke Kedulan. Kemudian, parahyangan yang dimaksud di dalam prasasti diduga adalah Candi Kedulan. Hal ini didukung oleh fakta bahwa ketiga prasasti ditemukan tidak jauh dari Candi Kedulan. Selain itu, ada kemiripan arti kata ‘haryyan’ (artinya daun pisang) dari prasasti Sumundul dan prasasti Pananggaran dengan kata ‘ron’ dari prasasti Tlu Ron (artinya daun). Berdasarkan informasi di ketiga prasasti tersebut, Candi Kedulan memiliki nama Parahyan I Tigaharyyan atau Parhyanan Haji I Tiga (Tlu) Ron. Pada dasarnya, istilah ‘tiga daun’ atau Tlu Ron berkaitan dengan pemujaan Dewa Siwa menggunakan daun maja atau daun wilwa yang cabang daunnya berjumlah 3 sehingga bentuknya seperti trisula (senjata Dewa Siwa). 

    Ketiga prasasti juga membahas mengenai pembangunan sebuah proyek untuk mendukung usaha pertanian di kawasan Kedulan. Prasasti Sumundul dan prasasti Pananggaran membahas mengenai pembangunan sebuah bendungan (dawuhan) untuk pengairan ladang sehingga hasil panennya dapat membiayai operasional dari bangunan suci. Prasasti Tlu Ron membahas mengenai pembuatan vluran (wluran) yang dilakukan oleh Sang Lumah di Tangar seluas 5 tampah (sekitar lima hektar). Ada yang berpendapat bahwa wluran artinya adalah sistem irigasi bendungan untuk mengalirkan air ke sawah.

    Prasasti Tlu Ron juga mengungkapkan tentang kegagalan pembangunan bendungan sebanyak tiga kali akibat bencana alam atau lainnya. Kegagalan pembangunan bendungan tersebut membuat Raja Balitung memutuskan untuk menunjuk Makudur untuk mengambil alih kepemimpinan dalam pembangunan bendungan. Makudur adalah pemimpin upacara penetapan sima yang berperan sebagai pembaca mantra dan sumpah. Namun, Makudur sangat jarang ditunjuk untuk memimpin sebuah pembangunan. Oleh karena itu, Raja Balitung mungkin berharap pembangunan bendungan akan berhasil jika dipimpin oleh Makudur.

Bentuk Arsitektur Candi Kedulan

    Candi Kedulan memiliki bentuk arsitektur yang mirip dengan Candi Sambisari. Bentuk candi induknya adalah bujur sangkar, sedangkan bentuk candi perwaranya adalah persegi panjang. Candi induk dan candi perwara terdiri dari bagian kaki candi, tubuh candi, dan atap candi. Kaki Candi Induk Kedulan sebenarnya adalah batur (pondasi) candi karena ukurannya lebih besar dan lebih lebar dibandingkan dengan ukuran tubuh candi induk. 

    Di sekeliling tubuh candi induk terdapat pagar langkan dengan berbagai relief, ornamen sulur-suluran, antefiks, dan kemuncak. Pagar langkan cukup tinggi sehingga tubuh candi tidak terlihat jika dilihat dari luar candi. Selain itu, selasar candi induk juga memiliki beberapa tonjolan yang diduga adalah umpak untuk meletakkan tiang kayu. Tiang-tiang kayu tersebut digunakan untuk menopang sebuah atap kayu yang menaungi tubuh candi induk. Hingga saat ini, keberadaan umpak untuk meletakkan tiang-tiang kayu penopang atap kayu yang menaungi tubuh candi induk hanya dimiliki oleh Candi Kedulan dan Candi Sambisari

    Ukuran dari tubuh candi induk adalah 4 meter x 4 meter dan tingginya 2,6 meter. Ada satu relung di sisi utara, selatan, dan barat tubuh candi induk. Pada sisi timur tubuh candi induk terdapat dua relung yang mengapit pintu bilik utama. Setiap relung berisi sebuah arca. Relung sebelah kiri pintu bilik utama berisi arca Nandiswara, sedangkan relung sebelah kanan pintu bilik utama berisi arca Mahakala. Relung sebelah utara berisi arca Durga Mahisasuramardini, relung sebelah barat berisi arca Ganesa, dan relung sebelah selatan berisi arca Agastya. 

Dokumentasi pribadi: Arca-arca di tubuh candi induk

    Candi perwara juga memiliki kaki candi/batur candi yang cukup besar dan memiliki pagar langkan yang sama dengan pagar langkan di candi induk. Namun, ketiga candi perwara tidak memiliki tubuh dan atap candi. Pada sudut-sudut bagian dalam pagar langkan terdapat umpak. Dengan demikian, di atas batur candi perwara ada bangunan kayu. Deskripsi bentuk fisik dari ketiga candi perwara adalah sebagai berikut.

    1. Candi perwara sebelah utara
a. Berukuran 4,15 meter x 4,27 meter dan tingginya 2,92 meter
b. Bentuk gerbangnya adalah gerbang paduraksa dengan hiasan tiga kemuncak dan antefiks di atapnya
c. Ada sebuah yoni dan lingga di bagian tengah. Cerat yoni berada di sebelah utara 
d. Memiliki umpak berbentuk lingkaran di keempat sudut

    2. Candi perwara tengah
a. Berukuran 5,09 meter x 4,18 meter dan tingginya 3,05 meter
b. Bentuk gerbangnya adalah gerbang paduraksa dengan hiasan tiga kemuncak dan antefiks di atapnya
c. Terdapat sebuah arca Nandi di tengah
    Arca Nandi ditemukan pada tahun 2015
d. Terdapat sebuah lapik di sisi utara arca Nandi dengan ukiran ular kobra (naga) yang diasosiasikan dengan Dewa Wisnu dan kedudukan Dewa Wisnu dalam mandala berada di sebelah utara
e. Terdapat sebuah lapik di sisi selatan arca Nandi dengan ukiran padma yang diasosiasikan dengan Dewa Brahma dan kedudukan Dewa Brahma dalam mandala berada di sebelah selatan

    3. Candi perwara sebelah selatan
a. Berukuran 4,64 meter x 4,71 meter dan tingginya 2,9 meter.
b. Bentuk gerbangnya adalah gerbang paduraksa dengan hiasan tiga kemuncak dan antefiks di atapnya
c. Memiliki umpak berbentuk lingkaran di keempat sudut
d. Terdapat sumuran di bagian tengah yang berfungsi untuk tempat upacara api (homa/agnihotra)

Dokumentasi pribadi: Gambar atas: yoni dan lingga di candi perwara utara; Gambar tengah: sumuran di candi perwara selatan; Gambar bawah: arca Nandi dan dua lapik di candi perwara tengah

Relief dan Ragam Hias pada Candi Kedulan
    Candi kedulan dihiasi oleh beragam relief yang unik dan indah. Seluruh antefiks dihiasi dengan ukiran flora. Selain itu, terdapat hiasan kala-makara dengan beberapa variasi, gana, kalpalata, dan relief dewata. Beberapa hiasan tersebut tidak ditemukan pada Candi Sambisari. Oleh karena itu, kajian mengenai ragam hias candi Kedulan cukup menarik. 

    Terdapat 3 variasi bentuk kala pada Candi Induk Kedulan. Kala adalah relief kepala raksasa yang berada di atas pintu candi dan fungsinya sebagai penolak bala. Candi langgam Jawa Tengah biasanya memiliki kala tanpa rahang. Gerbang paduraksa candi induk untuk masuk ke selasar memiliki 2 variasi kala pada kedua sisinya. Hiasan kala yang menghadap ke luar tidak memiliki rahang dan tidak memiliki cakar, sedangkan hiasan kala yang menghadap ke dalam memiliki rahang bawah dan punya cakar yang menghadap ke bawah. Kemudian, hiasan kala di atas pintu bilik utama candi induk memiliki rahang dan punya cakar yang menghadap ke depan. Hingga saat ini, candi lain yang memiliki tiga variasi hiasan kala adalah Candi Prambanan. 

Dokumentasi pribadi: Gambar Atas: kala di gerbang paduraksa candi induk sisi dalam; Gambar bawah: atap gapura paduraksa pagar halaman I


    Hiasan makara pada Candi Kedulan terdiri dari dua variasi, yaitu makara burung dan makara stilasi flora. Makara biasanya ada di bagian tangga candi atau mengapit relung arca. Selain itu, makara juga menjadi satu kesatuan dengan hiasan kala sehingga disebut dengan kala-makara. Pada Candi Induk Kedulan, ada ukiran burung di bagian mulut makara. Kedua burung di dua sisi tangga tersebut menghadap ke dalam (menghadap ke tangga). Hiasan makara burung juga ada di ketiga Candi Perwara Kedulan. Namun, ukiran burung pada candi perwara justru menghadap ke luar (kebalikan dari arah kepala ukiran burung di candi induk). Hiasan makara stilasi flora ada di relung arca sisi utara, selatan, dan barat tubuh candi induk. Hiasan makara stilasi flora tersebut menjadi satu kesatuan dengan hiasan kala tanpa rahang di bagian atas relung arca.

Dokumentasi pribadi: Gambar atas: makara di candi perwara; Gambar bawah: makara di candi induk

    Relief gana ada di bagian atas pintu gerbang paduraksa sisi depan dan ukiran bagian atas Candi Induk Kedulan. Gana adalah pengikut Dewa Siwa. Relief gana berbentuk orang berukuran kecil dengan perut sedikit buncit, jongkok, dan tangannya terangkat ke atas seakan menopang sesuatu. Selain itu, hampir seluruh permukaan tubuh candi induk dan pagar langkannya dihiasi dengan motif kalpalata, yaitu relief sulur-suluran yang menggulung.

Dokumentasi pribadi: Relief dewata di pagar langkan candi induk


    Keunikan lainnya adalah keberadaan relief dewata di pagar langkan Candi Induk Kedulan. Candi Sambisari tidak memiliki hiasan seperti itu di pagar langkannya, melainkan hiasan purnakalasa, purnaghata, dan sangkha. Relief dewata tersebut digambarkan memegang batang teratai di kedua tangannya, bagian belakang kepalanya ada lingkaran sirascakra, serta mengenakan gelang, tali dada, mahkota, kelat bahu, kalung, dan anting-anting. Relief dewata tersebut ada di bagian tengah pagar langkan candi induk sisi utara, barat, dan selatan (ada 3 dan masing-masing di setiap sisi luar pagar langkan).

    Sumber:
  1. Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Yogyakarta. (2008). Candi-Candi di Yogyakarta Selayang Pandang. Yogyakarta: Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Yogyakarta
  2. Pradnyawan, D. (2024). Arsitektur dan Seni Candi Kedulan. Purbawidya: Jurnal Penelitian dan Pengembangan Arkeologi. 12(1). 1-16
  3. Tanzaq, Y., Sukasih, E. (2019). Pemugaran Candi Perwara Kedulan. Yogyakarta: Buletin Narasimha, No. 12/XII/2019
  4. BPCB DIY ingin Candi Kedulan Jadi Museum Pendidikan. (2018, Januari 15). Diakses pada Maret 30, 2024 dari www.krjogja.com: https://www.krjogja.com/sleman/1242595246/bpcb-diy-ingin-candi-kedulan-jadi-museum-pendidikan pukul 15.27 WIB
  5. Candi Kedulan. (2022, Maret 11). Diakses pada Maret 30, 2024 dari kebudayaan.slemankab.go.id: https://kebudayaan.slemankab.go.id/post/candi-kedulan pukul 15.44 WIB
  6. Candi Baru Ditemukan di Kompleks Candi Kedulan. (2003, Desember 16). Diakses pada Maret 30, 2024 dari www.liputan6.com: https://www.liputan6.com/news/read/68258/candi-baru-ditemukan-di-kompleks-candi-kedulan pukul 19.27 WIB
  7. Yoni dan Lingga Utama Candi Kedulan Terpasang Setelah Terpisah Bertahun-tahun. (2018, Juli 19). Diakses pada Maret 30, 2024 dari jogja.tribunnews.com pukul 20.00 WIB
  8. Prasasti Sumundul. (2022, Oktober 20) Diakses pada Maret 31, 2024 dari kebudayaan.slemankab.go.id: https://kebudayaan.slemankab.go.id/post/prasaasti-sumundul pukul 02.56 WIB
  9. Candi Kedulan, Bendungan, dan Frustasinya Sang Raja. (2021, Oktober 13). Diakses pada April 1, 2024 dari ditsmp.kemdikbud.go.id: https://ditsmp.kemdikbud.go.id/candi-kedulan-bendungan-dan-frustrasinya-sang-raja/ pukul 02.59 WIB

Komentar