Candi Ijo di Puncak Bukit yang Tinggi
Candi Ijo adalah salah satu kompleks candi di atas perbukitan kapur Kabupaten Sleman. Candi ini termasuk dalam salah satu candi di dataran Batur Agung. Kompleks Candi Ijo memiliki pola punden berundak seperti candi-candi di Jawa Timur dibandingkan pola konsentris seperti pada Candi Prambanan dan Candi Sewu. Keunikan lain dari candi ini adalah lokasi candi yang tidak sesuai dengan pedoman pemilihan lokasi candi di dalam kitab-kitab India Kuno.
Keterangan: Pengamatan dilakukan pada tanggal 19 September 2024
Daftar isi
Lokasi
Candi Ijo berada di Jalan Candi Ijo, Padukuhan Groyokan, Kalurahan Sambirejo, Kapanewon Prambanan, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Candi ini berada di atas bukit pada ketinggian kurang lebih 375 meter di atas permukaan laut sehingga Candi Ijo menjadi candi dengan lokasi tertinggi di DIY. Bukit ini termasuk dalam perbukitan Batur Agung. Perbukitan Batur Agung juga menjadi lokasi dari candi-candi lain, misalnya Candi Barong, Candi Dawangsari, Candi Miri, dan lainnya.
Kompleks Candi Ijo letaknya paling timur dari candi-candi yang ada di Perbukitan Batur Agung. Selain itu, candi ini dekat dengan tempat wisata Tebing Breksi yang berjarak 800 meter di sebelah barat candi. Jalan menuju ke candi cukup menanjak, tetapi kondisinya masih bagus, lebar, dan dapat dilalui oleh bus.
Lokasi Candi Ijo berada di lahan tandus perbukitan Batur Agung dan jauh dari sumber air. Kedua kondisi tersebut tidak sesuai dengan persyaratan pembangunan candi yang tertulis di dalam kitab-kitab India Kuno, seperti Kitab Manasara Silpasasatra. Keunikan dari lokasi Candi Ijo ini belum diteliti lebih lanjut. Candi biasanya dibangun di tanah yang subur, dekat dengan lahan pertanian atau pusat pemerintahan, dan dekat dengan sumber air. Air memberikan kesuburan tanah di sekitar candi dan digunakan dalam berbagai upacara keagamaan. Oleh karena itu, banyak peradaban tumbuh dan berkembang di dekat sumber air, seperti sungai atau mata air. Contohnya adalah Candi Prambanan, Candi Sewu, Candi Kalasan, dan candi-candi lain di dataran Prambanan yang dibangun di dekat sungai.
Fasilitas
Fasilitas yang ada di dalam kawasan Candi Ijo hanya kamar mandi. Tempat parkir kendaraan pengunjung disediakan oleh beberapa warung yang berada di sebelah selatan kawasan candi. Selain itu, tidak ada kursi taman yang disediakan di dalam kawasan candi sehingga pengunjung terkadang duduk di tangga candi atau di atas talud.
Pemandangan di Candi Ijo
Ketinggian lokasi Candi Ijo menjadi daya tarik utama dari candi ini. Warung-warung di sisi selatan kawasan candi menawarkan pemandangan dataran Sorogedug dari ketinggian. Perbukitan kars yang tinggi dan membentang dari lokasi candi hingga pantai selatan juga terlihat sangat indah. Perbukitan Batur Agung termasuk dalam perbukitan kars Pegunungan Sewu sehingga kondisi tanahnya sangat gersang saat musim kemarau. Pemandangan juga terlihat sangat hijau jika pengunjung datang pada musim hujan. Sebaliknya, pada musim kemarau banyak pohon, khususnya pohon jati, di lereng bukit yang meranggas.
Penamaan Candi
Dalam bahasa Jawa, kata ‘ijo’ artinya adalah ‘hijau’. Ada sumber lain mengatakan bahwa penamaan Candi Ijo berasal dari lokasi candi di bukit yang disebut ‘Gumuk Ijo’ karena ada banyak pohon yang memberikan warna hijau di bukit. Selain itu, menurut papan informasi di dekat candi, nama 'Candi Ijo' berasal dari 3 hal, yaitu:
- Legenda yang dikenal oleh masyarakat sekitar. Sayangnya tidak ada keterangan lebih lengkap tentang legenda ini baik di papan informasi maupun sumber-sumber resmi di internet.
- Lokasi candi berada di atas bukit padas yang bernama Gunung Ijo.
- Nama Desa 'Ijo' yang disebutkan di dalam prasasti Poh berangka tahun 906 M. Prasasti ini berisi informasi mengenai acara penetapan Desa Poh menjadi tanah bebas pajak atau sima. Prasasti Poh berasal dari masa pemerintahan Dyah Balitung (899-911 M) dan ditemukan di Klaten, Jawa Tengah. Prasasti Poh terdiri dari dua lempeng logam dengan teks beraksara Jawa Kuno. Di dalam acara penetapan sima tersebut, ada 140 orang yang hadir dicatat di dalam prasasti. Salah satunya adalah seseorang yang berasal dari Desa Wuang Hijo. Kutipan teks yang menyebutkan kehadiran orang tersebut yaitu, "...anak wanua i wuang hijo...". Desa Wuang Hijo adalah wilayah yang mencakup kawasan Candi Ijo.
Sejarah Penemuan Candi
Candi Ijo pertama kali ditemukan oleh H.E. Dorrepaal pada tahun 1886 saat ia sedang mencari lahan kosong untuk perkebunan tebu. Pada saat itu, Candi Ijo berupa gundukan batu karena telah ratusan tahun runtuh. Penelitian pertama dilakukan oleh C.A. Rosemeir untuk menyelidiki gundukan batu tersebut. Di dalam penelitiannya, ia menemukan arca Siwa, Arca Ganesa, lingga-yoni di bilik candi induk, dan arca tanpa kepala bertangan empat. Salah satu tangan dari arca rusak tersebut memegang cakra. Kemudian denah dari Candi Ijo dibuat oleh H.L. Heidjie Melville. Penggalian terhadap sumuran di dalam candi utama berhasil menemukan lempengan emas, batu merjan, cincin emas, dan sejenis biji-bijian. Kemudian, Y.G. De Casparis berhasil membaca tulisan, "Pandu rangga Bhasmaja" yang terukir di atas lempengan emas tersebut. Penelitian selanjutnya dilaksanakan oleh Dinas Purbalakala pada tahun 1958. Pemugaran terhadap candi utama dari kompleks Candi Ijo selesai pada tahun 1997 oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya DIY. Tiga candi perwara diteliti sejak tahun 1998 dan selesai dipugar tahun 2004. Pemugaran juga dilakukan terhadap pagar teras XI (2005-2009), talud teras XI (2012,2013,2016,dan 2019), candi K dan batur L (2011), candi F (2015), dan pagar teras VIII (2017). Hingga saat ini, penelitian dan pemugaran masih dilakukan terhadap candi-candi lain yang berada di dalam kompleks Candi Ijo.
Denah Candi Ijo
Di Indonesia, ada dua denah yang sering ditemukan pada candi, yaitu denah konsentris dan punden berundak. Bentuk denah ini bertujuan untuk menyimbolkan konsep kosmologis atau penciptaan dunia, baik yang dipercaya oleh masyarakat suatu peradaban atau dalam konsep keagamaan. Dalam denah konsentris, penempatan candi didasarkan pada arah mata angin dan rangkaian dari candi-candi disusun memusat ke tengah. Pada Candi Prambanan, pusat dari kompleks candi adalah 3 candi utama dan 3 candi perwaranya. Pusat tersebut berperan sebagai Gunung Meru, tempat tinggal para dewa. Sebaliknya, punden berundak adalah bentuk peninggalan masyarakat Nusantara sebelum era Kerajaan Hindu-Buddha yang juga berhubungan dengan konsep kosmologis. Masyarakat zaman megalitikum mempercayai puncak gunung sebagai tempat tinggal roh nenek moyang yang dihormati. Tanah yang berundak-undak pada punden berundak adalah penggambaran dari gunung. Pusat dari punden berundak adalah bagian paling belakang dan posisinya paling tinggi dibandingkan dengan tanah berundak lain. Selain itu, punden berundak seringkali ditemukan pada struktur candi yang dibangun di tanah miring, bukit, atau lereng pegunungan.
![]() |
Dokumentasi Pribadi: Tiga candi perwara di kompleks Candi Ijo |
- Teras 1: satu candi
- Teras 2: tidak ada bangunan candi
- Teras 3: tidak ada bangunan candi
- Teras 4: satu candi
- Teras 5: satu candi dan dua batur
- Teras 6: tidak ada bangunan candi
- Teras 7: tidak ada bangunan candi
- Teras 8: tiga candi, empat batur, dan dua prasasti batu
- Teras 9: sisa-sisa batur yang menghadap ke selatan
- Teras 10: tidak ada bangunan candi
- Teras 11: satu candi induk dan tiga candi perwara. Teras ini adalah pusat dari punden berundak dan dianggap suci. Posisinya paling tinggi dan berada di ujung timur.
![]() |
Dokumentasi Pribadi: salah satu candi di teras 8 |
![]() |
Dokumentasi Pribadi: Umpak untuk meletakkan lingga semu |
![]() |
Dokumentasi Pribadi: Tiga candi perwara dan isi di dalamnya |
Berikut ini perincian dari setiap candi perwara.
-
Candi perwara sebelah utara hanya berisi sebuah sumuran. Dinding
sebelah barat memiliki sebuah jendela yang terbuat dari susunan batu
berlubang. Lubangnya berbentuk belah ketupat. Di bagian atas jendela ada
relief kala dengan rahang bawah dan kedua tangannya menelungkup di
kanan-kiri kepala kala. Ukuran dari candi perwara sebelah utara adalah
5,11 m x 5,11 m dan tingginya 6,3 m. Pintu ke bilik candi dilengkapi
dengan relief kala-makara. Bentuk kala di atas pintu hanya berupa kepala
kala tanpa rahang bawah. Bagian atap candi dibuat bertingkat dengan
hiasan antefiks yang jumlahnya banyak dan kemuncak di puncak atap.
-
Candi perwara tengah berisi sebuah arca Nandi dan sebuah
padmasana. Arca Nandi diletakkan di sebelah utara, sedangkan
padmasana diletakkan di sebelah selatan. Pada dinding sebelah
barat terdapat bentuk relief seperti bingkai. Namun, dinding di dalam
bingkai tersebut tidak berlubang seperti pada candi perwara sebelah
utara. Dinding di dalam bingkai dipenuhi oleh relief bunga. Di bagian
atas bingkai ada relief kala dengan rahang bawah dan kedua tangannya
menelungkup di kanan-kiri kepala kala. Ukiran makara juga ada di sebelah
kanan-kiri kepala kala. Ukuran dari candi perwara tengah adalah 6,3 m x
5,15 m dan tingginya 6,5 m. Relief di pintu candi dan bentuk atap sama
dengan candi perwara sebelah utara.
-
Candi perwara sebelah selatan berisi sebuah yoni berukuran besar. Cerat
yoni berada di sebelah utara dan tidak memiliki ukiran di bawahnya. Pada
dinding sebelah barat terdapat bentuk relief seperti bingkai. Namun,
dinding di dalam bingkai tersebut tidak berlubang seperti pada candi
perwara sebelah utara. Hanya ada satu lubang di bagian bawah dari
dinding dalam bingkai. Di bagian atas bingkai ada relief kala dengan
rahang bawah dan kedua tangannya menelungkup di kanan-kiri kepala kala.
Ukuran dari candi perwara sebelah selatan adalah 5,19 m x 5,17 m dan
tingginya 6,62 m. Relief di pintu candi dan bentuk atap sama dengan
candi perwara sebelah utara.
![]() |
Dokumentasi Pribadi: Antefiks di Candi Ijo |
![]() |
Dokumentasi Pribadi: Bagian dalam bilik utama Candi Ijo dan relief di dinding luarnya |
- Sedyawati, E., Santiko, H., Djafar, H., Maulana, R., Ramelan, W.D.S., Ashari, C. (2013). Candi Indonesia Seri Jawa. Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
- Tim BPPP. 2008. Candi-Candi di Yogyakarta Selayang Pandang. Yogyakarta: Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Yogyakarta.
- Isi Prasasti Poh Peninggalan Kerajaan Mataram Kuno. (2023, Desember 22). Diakses pada Oktober 21, 2024 dari kompas.com: https://www.kompas.com/stori/read/2023/12/22/130000879/isi-prasasti-poh-peninggalan-kerajaan-mataram-kuno pukul 15.39 WIB
- Sejarah Candi Tertinggi, Harta Tersembunyi di Balik Hijaunya Bukit. (2023, Juli 31). Diakses pada Oktober 21, 2024 dari nationalgeographic.grid.id: https://nationalgeographic.grid.id/read/133848604/sejarah-candi-tertinggi-harta-tersembunyi-di-balik-hijaunya-bukit?page=all pukul 15.54 WIB
Komentar
Posting Komentar