Candi Kethek

Dokumentasi pribadi

Dilindungi UU RI No. 11 Th.2010 tentang Cagar Budaya

    Candi Kethek adalah sebuah candi kuno yang berada pada ketinggian 1486 mdpl dan berlokasi di lereng barat Gunung Lawu, Dusun Cetho, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Kecamatan Jenawi berbatasan langsung dengan Kecamatan Sine, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Di sekitar Candi Kethek terdapat perkebunan, pemukiman warga, sungai, tebing dan hutan pinus. Candi Kethek berdekatan dengan Air Terjun Serendeng, Patirtaan Sapta Rsi, Puri Taman Saraswati, Candi Cetho, dan Sendang Pundisari.

Akses

    Jalan menuju ke Candi Kethek berada di dalam kawasan Candi Cetho sehingga pengunjung harus membayar tiket masuk ke Candi Cetho terlebih dahulu. Wujud arsitektur Candi Cetho adalah punden berundak. Setibanya di tingkat ke-5 dari gapura pertama, pengunjung bisa langsung menuju ke jalan Candi Kethek. 

    Ciri-ciri tingkat ke-5 Candi Cetho adalah  ada 2 bangunan pendopo kecil di sisi kiri-kanan serta berlantai batu. Sebuah papan penunjuk ke Candi Kethek, Puri Taman Saraswati, dan sendang. berada di sebelah kiri tangga gapura menuju ke tingkat ke-6. 

    Selain melalui tingkat ke-5 Candi Cetho, ada jalan lain menuju ke Candi Kethek. Jalan masuknya ada di sebelah kiri loket masuk Candi Cetho berupa tangga dengan pintu pagar terali besi. Setelah melewati tangga, ada gapura kecil dari bambu bertuliskan “Pendakian via Candi Cetho.” Jalur pendakian ini akan bertemu dengan jalan dari tingkat ke-5 Candi Cetho.

    Jalan setapak di dekat Candi Cetho terbuat dari semen cor dengan kemiringan landai ke atas. Di beberapa titik perjalanan ada beberapa warung yang menyediakan makanan, minuman, jagung bakar, dan gorengan. Selain itu, ada juga penjual cinderamata dan barang antik seperti koin kuno, patung kecil, kalung dari biji-bijian, gelang, dan beberapa anyaman hasil kerajinan tangan. 

    Di tengah perjalanan, pengunjung harus membayar tiket masuk ke Puri Taman Saraswati yang satu jalur dengan Candi Kethek. Setibanya di pertigaan, pengunjung akan melihat papan penunjuk jalan yang bertuliskan Candi Kethek, Serendeng, Saraswati, dan Sendang. Jika ingin ke Candi Kethek dan Serendeng pilih jalan lurus, sedangkan jika ingin ke Puri Taman Saraswati dan Sendang pilih jalan kanan.  

    Jalan dari pertigaan hingga Candi Kethek belum dicor semen. Permukaan jalan setapak ini menggunakan batu yang disusun berdempetan. Di sisi kiri ada jurang dengan dasar sebuah sungai. Di sisi kanan berupa tebing batu dan tanah. Jika musim hujan, jalan akan menjadi licin dan permukaan tebing di sisi kanan menjadi rawan longsor.

Dokumentasi pribadi

    Di sepanjang jalan setapak ada pagar besi sehingga tidak perlu khawatir terjatuh ke jurang. Namun, pengunjung harus tetap waspada jika pergi bersama dengan anak-anak karena pagar besi ini memiliki rongga yang muat untuk anak kecil melewatinya.

    Kondisi jalan bergelombang dan menurun. Pastikan selalu perhatikan jalan agar tidak terpeleset atau tersandung susunan batu yang tidak rata. Di tengah jalan ada belokan ke kiri. Tepat di belokan ini ada aliran air berukuran kecil yang memotong jalan setapak. Aliran air ini berasal dari tebing batu dan semak belukar di sisi kanan jalan dan berakhir menjadi air terjun kecil ke sungai di dasar jurang. Pada permukaan tebing batu terdapat banyak celah rembesan air. Kemungkinan air ini berasal dari sungai dekat Candi Cetho atau air tanah yang tertampung selama musim penghujan. Akibatnya, jalan setapak menjadi berlumpur dan licin. 

    Setelah melewati belokan, jalan akan menanjak lebih curam. Sebaiknya jangan gunakan sandal atau sepatu dengan sol yang licin agar tidak terpeleset. Akhirnya, pengunjung tiba di Candi Kethek yang ada di sisi kanan jalan.

    Perjalanan menuju ke Candi Kethek dari Candi Cetho memang cukup sulit. Pengunjung harus berjalan kaki dan dua kali membayar tiket masuk kawasan wisata. Oleh karena itu, disarankan untuk menyempatkan diri berkunjung ke Puri Taman Saraswati, Sendang, dan Candi Cetho setelah ke Candi Kethek.

Sekitar Candi Kethek
    Candi Kethek berada di dalam hutan pinus milik Perhutani. Jalur pendakian via Candi Cetho dengan jalur ke Candi Kethek sama sehingga kemungkinan pengunjung akan berpapasan dengan para pendaki di tengah jalan. Di utara Candi Kethek ada perkebunan masyarakat. Di depan candi terdapat halaman berumput hijau yang luas. Akan tetapi, pengunjung dilarang untuk mendirikan tenda di dalam area situs Candi Kethek. 
    Di selatan halaman depan candi ada rumah panggung kosong berukuran kecil. Rumah ini bisa digunakan untuk pengunjung beristirahat, bersantai, atau berteduh saat hujan. Di sebelah kiri rumah terdapat papan informasi tentang Candi Kethek. 

Dokumentasi pribadi

Candi Kethek
Informasi ini didapatkan dari papan informasi Candi Kethek
  • Lokasi
    Situs candi Kethek terletak di Dusun Cetho, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar tepatnya kurang lebih 300 m di sebelah timur laut Candi Cetho. Nama Kethek diberikan oleh masyarakat sekitar karena di tempat ini sering dijumpai hewan kera (kera dalam Bahasa Jawa disebut Kethek).
  • Periode Bangunan 
    Masa pendirian Candi Kethek dapat diketahui dengan membandingkan temuan arca dan bentuk bangunan berupa punden berundak dengan candi-candi di lereng barat Gunung Lawu. Diperkirakan Candi Kethek semasa dengan Candi Cetho, Candi Planggatan, Candi Menggung, dan Candi Sukuh yang dibangun sekitar abad XV-XVI Masehi.
  • Deskripsi Bangunan 
    Candi Kethek menghadap ke barat dan berbentuk teras berundak (4 teras). Masing-masing teras dihubungkan dengan tangga. Pada teras pertama terdapat struktur bangunan di sisi timur laut. Anak tangga paling bawah terdapat arca kura-kura. Teras kedua dan ketiga masing-masing terdapat dua struktur bangunan di sisi utara dan selatan sedangkan pada teras keempat diperkirakan tempat berdirinya bangunan induk atau utama. 
  • Latar Belakang Agama
    Temuan kura-kura dapat membuka asumsi tentang latar belakang keagamaan Candi Kethek. Arca kura-kura tersebut sering dikaitkan dengan mitologi dalam agama Hindu yaitu cerita Samudramanthana. Cerita ini mengisahkan pengadukan lautan susu untuk mencari air amrta. Dengan demikian Cerita Samudramanthana dapat menunjukkan fungsi Candi Kethek yaitu sebagai tempat peruwatan untuk membebaskan seseorang dari kesalahan atau dosa. 
  • Penelitian 
    Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah bekerja sama dengan UGM pada tahun 2005 telah mengadakan penggalian, penyelamatan di Candi Kethek. Kegiatan ini dilakukan untuk membuka timbunan tanah yang menutup struktur bangunan candi sehingga dapat diketahui batas-batas bangunan. Selain itu, kegiatan penggalian ini juga dimaksudkan untuk menggali data arkeologis berupa latar belakang sejarah, keagamaan, dan bentuk arsitekturnya.

Dokumentasi pribadi

Rincian Candi Kethek
1. Bentuk arsitektur dari Candi Kethek adalah punden berundak. Di dalam bentuk arsitektur ini jika semakin ke atas, maka ukuran punden akan semakin kecil. Arsitektur ini dibangun sebagai miniatur dari bentuk gunung. Teras tertinggi dari punden berundak digunakan untuk berdirinya altar-altar persajian. Punden berundak berkembang sejak zaman nenek moyang. Mereka percaya tempat tertinggi seperti gunung adalah tempat para dewa bersemayam. 

2. Candi Kethek memiliki 4 teras yang disusun dari batuan andesit. Keberadaan sungai di dekat candi memunculkan dugaan bahwa batu-batu tersebut didapatkan dari sungai. Sungai ini mengalir dari sebuah air terjun. Pada saat musim penghujan debit air meningkat. Namun, pada musim kemarau hanya ada sedikit air di sungai. Oleh karena itu, air terjun ini dinamakan Serendeng (dari Bahasa Jawa serendheng artinya adalah “hanya musim penghujan”)

3. Batu-batu andesit penyusun candi tidak dipahat menjadi kotak-kotak batu seperti yang umum ditemukan di candi-candi lainnya, melainkan masih dalam bentuk batu asli yang langsung ditumpuk. Selain itu, keberadaan relief sangat minim di tubuh candi. 

4. Arca kura-kura berada di teras pertama candi. Namun, kemungkinan arca ini sudah kembali tertimbun tanah sehingga tidak terlihat lagi. Dalam agama Hindu, kura-kura (disebut dengan Kurmavatara) adalah salah satu avatara (bentuk inkarnasi Dewa Wisnu untuk menyelamatkan dunia) dari dasavatara (10 avatara) menurut Kitab Varaha Purana. Berdasarkan bukti ini dapat disimpulkan bahwa Candi Kethek digunakan untuk memuja Dewa Wisnu.

5. Pada teras keempat dari candi ditemukan fragmen gerabah yang diduga adalah atap sebuah bangunan induk candi. Bangunan induk candi ini sudah tidak ada di teras keempat. Sebagai gantinya ada bangunan kayu berukuran kecil dengan atap ijuk yang digunakan oleh penganut agama Hindu untuk meletakkan sesembahan. 

Dokumentasi pribadi

6. Candi ini dilengkapi tangga selebar kira-kira 50 cm. Akan tetapi, pengunjung dilarang menggunakan tangga di tengah candi ini untuk naik ke atas. Sebagai gantinya, ada tangga kecil dan jalan setapak di sisi selatan candi untuk menuju ke semua teras candi.

7. Lokasi candi berada jauh dari keramaian dan di dalam hutan. Jadi, diperkirakan candi ini dibangun oleh kaum Rsi (pendeta) dan pertapa yang ingin menjauh dari keduniawian untuk mendekatkan diri dengan Sang Pencipta.


Dokumentasi pribadi: pemandangan dari teras keempat. Jalan setapak untuk naik ke teras ke-4 ada di gambar sebelah kiri

Pengamatan Tanggal 1 Januari 2022
    Pengamatan dilakukan pada saat musim penghujan dan kawasan wisata sudah diguyur hujan. Jalanan menjadi licin, terutama jalan menuju ke Candi Kethek yang terbuat dari susunan batu. Kebersihan Candi Kethek terjaga dan disediakan beberapa tempat sampah. Ada bekas pemberian sesembahan di dalam bangunan kecil yang berada di teras keempat. Kemungkinan masyarakat sekitar yang beragama Hindu ada yang sembahyang di candi. 

    Masyarakat Kecamatan Jenawi, khususnya yang berada dekat dengan Candi Cetho masih banyak yang beragama Hindu. Selain Candi Kethek, situs lain seperti sendang, Candi Cetho, dan Puri Taman Saraswati masih digunakan untuk sembahyang. Bahkan, beberapa wisatawan beragama Hindu dari Bali datang ke candi dalam satu rombongan naik bus mini untuk wisata dan sembahyang. Oleh karena itu, pengunjung dihimbau untuk tetap menjaga kebersihan dan tidak melakukan vandalisme.

    Sumber:
1. Purwanto, Heri & Titasari, Coleta Palupi & Sumerata, I Wayan. (2017).Candi Kethek: Karakteristik dan Latar Belakang Agama. Forum Arkeologi 30(2), 101-112.
2. Candi Kethek. (2020, Januari 23). Diakses pada Maret 5, 2022 dari id.wikipedia.org: https://id.wikipedia.org/wiki/Candi_Kethek pukul 12.57 WIB

Komentar