Candi Plaosan Lor dan Candi Plaosan Kidul di Klaten
Candi Plaosan Lor dan Candi Plaosan Kidul adalah dua kompleks candi yang berada
dekat dengan kompleks Candi Prambanan dan kompleks Candi Sewu. Candi
Plaosan Lor dan Candi Plaosan Kidul memiliki banyak candi perwara.
Uniknya, ada tulisan nama dari setiap orang yang mempersembahkan candi
perwara ke kompleks Candi Plaosan Lor dan Candi Plaosan Kidul. Selain itu,
bentuk candi induk dari Candi Plaosan Lor juga menyerupai bentuk Candi Sari.
Keterangan: Pengamatan dilakukan pada tanggal 4 Juni 2024
Daftar isi
Lokasi
Candi Plaosan Lor dan Candi Plaosan Kidul berada di Jalan Candi Plaosan,
Desa Bugisan, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah.
Jalan Plaosan berada di antara kompleks Candi Plaosan Lor dan kompleks
Candi Plaosan Kidul. Kedua kompleks candi ini memiliki denah persegi
panjang yang membujur dari utara ke selatan.
Candi Plaosan Lor dan Candi Plaosan Kidul berdekatan dengan beberapa candi berikut:
- Candi Gana berjarak 926 m
- Kompleks Candi Sewu berjarak 1,18 km
- Candi Bubrah berjarak 1,35 km
- Candi Lumbung berjarak 1,43 km
- Kompleks Candi Prambanan berjarak 1,68 km
- Candi Sojiwan berjarak 2,33 km
Di sebelah barat kompleks Candi Plaosan Kidul ada permukiman warga yang
sangat padat. Sebaliknya, di sebelah barat kompleks Candi Plaosan Lor ada
sawah yang luas. Terdapat temuan parit yang mengelilingi kedua kompleks
candi. Parit ini ditemukan di dekat sawah sebelah barat kompleks Candi
Plaosan Lor. Hingga saat ini, pembebasan lahan untuk ekskavasi parit masih
belum dilakukan. Berdasarkan keberadaan parit yang mengelilingi kedua
kompleks candi ini, Candi Plaosan Lor dan Candi Plaosan Kidul diasumsikan
sebagai satu kesatuan kompleks candi bernama Situs Candi Plaosan.
Penamaan Candi
Dalam Bahasa Jawa, kata 'lor' artinya adalah utara, sedangkan kata
'kidul' artinya adalah selatan. Kedua kata tersebut menyatakan
lokasi masing-masing kompleks Candi Plaosan. Candi Plaosan Lor berada di
sebelah utara, sedangkan Candi Plaosan Kidul berada di sebelah
selatan.
Sejarah Candi
Kompleks Candi Plaosan Lor memiliki 174 candi. Dalam buku
Candi Indonesia Seri Jawa, seluruh candi perwara merupakan darma
(dharma) atau persembahan (anumoda) yang diberikan oleh raja
dan keluarganya atau para pejabat tinggi kerajaan sebagai wakaf berupa
bangunan suci agama Buddha. Ada 2 bentuk bangunan candi perwara, yaitu
candi perwara berbentuk caitya dan stupa. Setiap candi
perwara memiliki tulisan singkat yang diukir di batu candi perwara berisi
nama orang yang menyumbang atau mempersembahkan candi perwara ke kompleks
Candi Plaosan Lor.
Menurut Kumoro (2021) dalam artikelnya yang dimuat di kompasiana.com,
terdapat tulisan singkat anumoda sri kahulunnan, artinya
persembahan Sri Kahulunan, pada 4 candi perwara di kompleks Candi Plaosan
Lor. Dari keempat tulisan tersebut, dua tulisan bersebelahan dengan
tulisan dharmma sri maharaja (artinya darma Sri Maharaja) dan satu
tulisan berhadapan dengan tulisan dharmma sri maharaja.
Selain dua tulisan singkat di atas, beberapa tulisan singkat lainnya, yaitu:
- asthupa sri maharaja rakai pikatan artinya (stupa [persembahan] Rakai Pikatan,
- anumoda sang kalung warak pu daksa artinya persembahan Sang Kalung Warak Pu Daksa,
- anumoda sang da pankur pu agam (persembahan Sang Da Pangkur Pu Agam), dan lainnya
Sri Maharaja adalah gelar seorang raja. Gelar tersebut dapat ditemukan
dalam daftar raja-raja Mataram Kuno di Prasasti Mantyasih (berangka 90 M).
De Casparis berpendapat bahwa Situs Candi Plaosan dibangun oleh Rakai
Pikatan. Pendapat ini dibuktikan dengan nama Rakai Pikatan disebut dalam
tulisan singkat asthupa sri maharaja rakai pikatan di candi
perwara.
Menurut Balai Konservasi Borobudur (2017) dalam salah satu artikel di
kebudayaan.kemdikbud.go.id, nama Sri Kahulunan disebut dalam
Prasasti Tri Tepusan/Sri Kahulunan (berangka tahun 842 M) sebagai orang
yang memberikan tanahnya di Desa Tri Tepusan untuk pemeliharaan tempat
suci bernama Kamulan I Bhumisambhara. Bhumisambhara memiliki
keterkaitan dengan nama Borobudur saat ini.
Gelar Sri Kahulunan sering disamakan dengan Pramodawardhani yang
berasal dari Dinasti Syailendra pada masa Mataram Kuno. Pramodawardhani
adalah putri Rakai Warak Dyah Manara atau dikenal juga dengan Raja
Samaratungga. Hal ini dibuktikan dalam Prasasti Karangtengah/Kayumwungan
(berangka tahun 824 M) yang menyebut Raja Samaratungga memiliki seorang
putri bernama Pramodawardhani. Tulisan di dalam prasasti tersebut juga
berisi tentang pendirian bangunan suci Jinalaya dan bangunan
Wenuwana oleh Pramodawardhani. De Casparis berpendapat bahwa
Wenuwana adalah Candi Mendut. Berdasarkan papan informasi di dalam
kompleks Candi Plaosan Lor, pembangunan Candi Mendut oleh Raja
Samaratungga dibantu oleh Rakarayan Patapan Pu Palar (atau disebut juga
Rakai Garung), seorang raja beragama Hindu. Hubungan dekat antara raja
beragama Buddha dengan raja beragama Hindu ini juga dapat ditemukan pada
pembangunan Candi Plaosan.
Namun, penyebutan gelar Sri Kahulunan di candi perwara ini juga
menjadi perdebatan oleh banyak ahli. De Casparis (1950) menyebut bahwa Sri
Kahulunan merujuk pada permaisuri dari Rakai Pikatan, yaitu
Pramodawardhani. Namun, Drs. Boechari (1982) berpendapat bahwa
Sri Kahulunan ditafsirkan sebagai ibu suri. Hal ini didasarkan pada
kisah Mahabharata yang menyatakan bahwa Yudhisthira memanggil Kunti,
ibunya, dengan Sri Kahulunan. Oleh karena itu, Drs. Boechari
menyimpulkan bahwa Sri Kahulunan bukan Pramodawardhani, melainkan
ibunya (istri Raja Samaratungga).
Pendapat lain juga dikemukakan oleh Kusen (1988). Ia juga setuju dengan
pendapat yang menyatakan bahwa Sri Kahulunan ditafsirkan sebagai
ibu suri. Namun, ia berpendapat bahwa ibu suri yang dimaksud dengan
Sri Kahulunan adalah ibu dari Sri Maharaja Rakai Garung. Hal ini
berdasarkan tahun dibuatnya Prasasti Tri Tepusan berasal dari masa
pemerintahan Sri Maharaja Rakai Garung. Dengan demikian, tulisan pendek
dharmma sri maharaja di candi perwara merujuk kepada Rakai Garung,
bukan Rakai Pikatan. Bukti pendukung lain untuk pendapat ini berasal dari
tulisan singkat sang sirikan pu suryya di salah satu candi
perwara kompleks Candi Plaosan Lor. Nama Sirikan Pu Suryya
juga ditemukan dalam Prasasti Wanua Tengah III (berangka tahun 908 M).
Dalam Prasasti Wanua Tengah III, ia adalah salah satu pejabat yang
menyertai Rakai Garung saat mengembalikan sawah di Wanua Tengah kepada
bihara di Pikatan. Jika nama
Sirikan Pu Suryya di candi perwara dan Prasasti Wanua Tengah III
adalah orang yang sama, maka dugaan ini menjadi lebih kuat (Kusen, 1994).
De Casparis, seorang ahli sejarah, berpendapat bahwa Situs Candi Plaosan
didirikan pada pertengahan abad ke-9 M (antara tahun 825-850 M)
berdasarkan gaya seni, arsitektur candi, dan prasasti. Kemudian, pada
tahun 2003, sebuah prasasti berupa lempengan emas ditemukan di kompleks
Candi Plaosan Kidul. Prasasti tersebut berukuran 18,5 cm x 2,2 cm dengan
aksara Jawa Kuno dan berbahasa Sanskerta. Menurut Tjahjono Prasodjo,
seorang arkeolog dari UGM, tulisan di lempengan emas tersebut menguatkan
dugaan bahwa Situs Candi Plaosan dibangun pada masa pemerintahan Rakai
Pikatan.
Hubungan antara Rakai Pikatan dengan Pramodawardhani sebagai suami istri
tidak tertulis di daftar Raja-Raja Mataram Kuno pada Prasasti Wanua Tengah
III maupun Prasasti Manstyasih I. Kusen (1994) dalam
Raja-raja Mataram Kuna dari Sanjaya Sampai Balitung Sebuah Rekonstruksi
Berdasarkan Prasasti Wanua Tengah III
juga tidak mencantumkan Rakai Pikatan dan Pramodawardhani sebagai sepasang
suami istri dalam lampirannya mengenai rekonstruksi hubungan raja-raja
Mataram Kuna dari Sanjaya sampai Balitung. Namun, hubungan keduanya
sebagai sepasang suami istri tertulis dalam naskah
Pustaka Rajya Rajya I Bhumi Nusantara.
Naskah tersebut adalah salah satu bagian dari Naskah Wangsakerta yang
ditemukan pada awal tahun 1970-an (Hardani K, 2010).
Pustaka Rajya Rajya I Bhumi Nusantara selesai ditulis oleh tim di
bawah pimpinan Pangeran Wangsakerta pada tahun 1698. Naskah ini berisi
riwayat raja-raja yang memerintah suatu kerajaan dan peristiwa yang
terjadi ratusan tahun sebelum masa penulisan naskah. Berdasarkan hasil
perbandingan dengan sumber-sumber sejarah lain, naskah ini dianggap tidak
layak menjadi acuan sumber sejarah. Alasannya, jarak waktu pencatatan
dengan kejadian sejarah yang terlampau jauh. Bahkan, ada indikasi isi
naskah tersebut sebenarnya merujuk pada karya ilmiah para sarjana barat
dan naskah ini tidak dibuat pada abad ke-17. Contohnya adalah nama
Pramodawardhani dalam urutan raja-raja Mataram Kuno di naskah
Pustaka Rajya Rajya I Bhumi Nusantara tidak sesuai dengan Prasasti
Wanua Tengah III dan Prasasti Mantyasih yang justru tidak menyebut nama
Pramodawardhani dalam urutan raja-raja Mataram Kuno.
Namun, dalam
Laporan Penelitian Candi Sari, Prambanan, Yogyakarta No. 32
(Soeroso dkk, 1985), Sri Kahulunan ditafsirkan sebagai Pramodawardhani dan
ia menikah dengan Rakai Pikatan. Keduanya dianggap sebagai sebuah
persatuan dua wangsa yang berbeda agama. Pramodawardhani berasal dari
wangsa Syailendra beragama Buddha dan Rakai Pikatan berasal dari wangsa
Sanjaya beragama Hindu.
Struktur Candi Induk Plaosan Lor
![]() |
Dokumentasi Pribadi: Salah satu candi induk di Kompleks Candi Plaosan Lor |
Candi Plaosan Lor terdiri dari dua candi induk yang menghadap ke barat. Tangga naik di kaki candi berada di sebelah barat. Pipi tangga naik tersebut memiliki hiasan makara dengan ukiran singa di mulutnya. Masing-masing candi induk dikelilingi oleh pagar keliling yang terbuat dari batu putih. Pagar keliling tersebut juga berada di antara dua candi induk. Jumlah pintu masuk ke area candi induk ada 3, yaitu 2 gapura paduraksa di pagar sisi barat dan 1 gapura paduraksa sebagai penghubung antara dua candi induk. Gapura paduraksa dihiasi oleh relief kala-makara, antefiks, dan bentuk atapnya bertingkat. Terdapat 4 menara tembok di setiap sudut pagar keliling dan 2 menara tembok di bagian tengah dari pagar keliling sisi barat dan sisi timur.
Kedua candi induk kompleks Plaosan Lor memiliki bentuk dan hiasan yang sama. Meskipun demikian, ada sedikit perbedaan bentuk relief di dalam bilik utama dari setiap candi induk. Selain itu, kedua candi induk memiliki bilik penampil. Di bagian atas pintu masuk bilik penampil ada relief kala tanpa rahang bawah. Di sebelah kiri dan kanan kepala kala ada relief Apsara dengan posisi duduk bersila dan kedua telapak tangannya disatukan di depan dada sebagai sikap sembah. Dua relief Apsara lain juga terlihat di kedua sudut atas dari kepala kala. Bagian bawah dari pintu masuk bilik penampil memiliki relief gajah sedang duduk dan ada kalung lonceng besar di lehernya. Bagian atas dari pintu masuk ke bilik utama candi induk (di dalam bilik penampil) juga dihiasi oleh relief kepala kala. Kemudian, bagian bawah dari pintu masuk tersebut ada relief makara dan relief gana. Dinding dalam bilik penampil sisi utara dan selatan dihiasi oleh satu relung arca. Relung tersebut berhias relief kala-makara dengan motif flora.
Kedua candi induk kompleks Plaosan Lor sebenarnya adalah bangunan dua lantai. Namun, lantai kedua di candi induk saat ini sudah tidak ada. Alasannya adalah lantai kedua dari candi induk terbuat dari kayu. Keberadaan lantai kedua dibuktikan dengan adanya beberapa ceruk di dinding dalam candi induk yang berfungsi sebagai tempat meletakkan balok-balok kayu dari lantai dua. Batu penyangga tangga kayu menuju ke lantai dua juga ditemukan di salah satu bilik di dalam candi induk.
Jumlah bilik di dalam setiap candi induk saat ini ada 3. Namun, jumlah total bilik candi induk ada 6 jika keberadaan lantai dua masih ada. Dua sekat pemisah antarbilik terbuat dari batu. Pintu setiap bilik berada dekat dengan dinding sisi barat. Bilik tengah adalah bilik utama dari candi induk. Di bagian dalam bilik utama terdapat 3 arca Buddha. Setiap arca diletakkan di atas lapik arca. Sayangnya, keberadaan keenam arca Buddha (dari dua candi induk) saat ini tidak lengkap. Selain itu, dinding dalam bilik juga dihiasi oleh relief-relief orang dan pengikutnya, relief burung, dan relung arca dengan hiasan kala-makara.
![]() |
Dokumentasi Pribadi: Arca Buddha di dalam bilik candi induk |
Dinding luar dari candi induk kompleks Plaosan Lor dipenuhi oleh relief Apsara dengan posisi berdiri. Setiap relief Apsara dikelilingi oleh berbagai macam relief lain, seperti relief berbentuk pilar, relief makara, relief flora, relief geometri, dan relief bunga. Hiasan pembatas antara dinding luar lantai pertama dan lantai kedua candi induk memiliki beberapa antefiks. Antefiks yang diletakkan di atas jendela bilik candi induk berukuran lebih besar dibanding antefiks lain di kanan-kirinya. Di bagian tengah dari antefiks berukuran besar tersebut ada relief kepala arca. Hiasan antefiks seperti ini juga dapat ditemukan di Candi Ijo.
![]() |
Dokumentasi Pribadi: Stupa perwara |
![]() |
Dokumentasi Pribadi: Mandapa |
![]() |
Dokumentasi Pribadi: Kompleks Candi Plaosan Kidul |
- Boechari. (1982). Aneka Catatan Epigrafi dan Sejarah Kuna Indonesia. Majalah Arkeologi, Th. V, No. 1-2, hlm. 15-38
- Casparis, J.G. de. (1950). Prasasti Indonesia I. Bandung: A.C Nix & Co
- Hardani, K. (2010). Rajya Rajya Ing Jawa Madhya, Raja-Raja Mataram Kuna Abad 9-10 Masehi: Perbandingan Antara Naskah Pustaka Rajya-Rajya I Bhumi Nusantara dengan Prasasti Wanua Tengah III. Berkala Arkeologi, 1, 39-60.
- Sedyawati, E., Santiko, H., Djafar, H., Maulana, R., Ramelan, W.D.S., Ashari, C. (2013). Candi Indonesia Seri Jawa. Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
- Kusen. (1988). Prasasti Wanua Tengah III 830 Saka_Studi Tentang Latar Belakang Perubahan Status Sawah di Wanua Tengah Sejak Rake Panangkaran Sampai Rake Watukura Dyah Balitung. Makalah dalam Kegiatan Ilmiah Arkeologi IAAI Komisariat DIY-Jawa Tengah di Yogyakarta
- Kusen. (1994). Raja-raja Mataram Kuna dari Sanjaya Sampai Balitung Sebuah Rekonstruksi Berdasarkan Prasasti Wanua Tengah III. Berkala Arkeologi, 14(2), 82–94.
- Mataram Kuno: Siapa Sosok di Balik Nama Sri Kahulunan di Percandian Plaosan Lor? (2021, Juli 9). Diakses pada November 4, 2024 dari www.kompasiana.com: https://www.kompasiana.com/jatikumoro/60e7aef7152510153604c602/mataram-kuno-siapa-sosok-dibalik-nama-sri-kahulunan-di-percandian-plaosan-lor?page=1&page_images=1 pukul 14.19 WIB
- Prasasti Tri Tepusan/Sri Kahulunan. (2017, Desember 15). Diakses pada November 4, 2024 dari kebudayaan.kemdikbud.go.id: https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bkborobudur/prasasti-tri-tepusan-sri-kahulunan/ pukul 14.28 WIB
- Prasasti Karangtengah/Prasasti Kayumwungan. (2017, Desember 15) Diakses pada November 4, 2024 dari kebudayaan.kemdikbud.go.id: https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bkborobudur/prasasti-karangtengah-prasati-kayumwungan/ pukul 14.54 WIB
- Sejarah Candi Plaosan: Wajah Toleransi Beragama Hindu-Budhha. (2020, Desember 23). Diakses pada November 4, 2024 dari tirto.id: https://tirto.id/sejarah-candi-plaosan-wajah-toleransi-beragama-hindu-buddha-f8pQ pukul 15.28 WIB
- Candi Plaosan, Bukti Cinta Beda Agama. (2022, April 20). Diakses pada November 4, 2024 dari www.kompas.com: https://www.kompas.com/stori/read/2022/04/20/080000079/candi-plaosan-bukti-cinta-beda-agama?page=all pukul 15.32 WIB
- Pernikahan Pramodawardhani dengan Rakai Pikatan dan Berdirinya Candi Borobudur. (2022, November 2). Diakses pada November 4, 2024 dari daerah.sindonews.com: https://daerah.sindonews.com/read/929569/29/pernikahan-pramodawardhani-dengan-rakai-pikatan-dan-berdirinya-candi-borobudur-1667340716 pukul 19.39 WIB
Komentar
Posting Komentar