Candi Plaosan Lor dan Candi Plaosan Kidul di Klaten

 

Candi Plaosan Lor dan Candi Plaosan Kidul adalah dua kompleks candi yang berada dekat dengan kompleks Candi Prambanan dan kompleks Candi Sewu. Candi Plaosan Lor dan Candi Plaosan Kidul memiliki banyak candi perwara. Uniknya, ada tulisan nama dari setiap orang yang mempersembahkan candi perwara ke kompleks Candi Plaosan Lor dan Candi Plaosan Kidul. Selain itu, bentuk candi induk dari Candi Plaosan Lor juga menyerupai bentuk Candi Sari.

Keterangan: Pengamatan dilakukan pada tanggal 4 Juni 2024


Lokasi

Candi Plaosan Lor dan Candi Plaosan Kidul berada di Jalan Candi Plaosan, Desa Bugisan, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah. Jalan Plaosan berada di antara kompleks Candi Plaosan Lor dan kompleks Candi Plaosan Kidul. Kedua kompleks candi ini memiliki denah persegi panjang yang membujur dari utara ke selatan.

Candi Plaosan Lor dan Candi Plaosan Kidul berdekatan dengan beberapa candi berikut:

  • Candi Gana berjarak 926 m
  • Kompleks Candi Sewu berjarak 1,18 km
  • Candi Bubrah berjarak 1,35 km
  • Candi Lumbung berjarak 1,43 km
  • Kompleks Candi Prambanan berjarak 1,68 km
  • Candi Sojiwan berjarak 2,33 km 

Di sebelah barat kompleks Candi Plaosan Kidul ada permukiman warga yang sangat padat. Sebaliknya, di sebelah barat kompleks Candi Plaosan Lor ada sawah yang luas. Terdapat temuan parit yang mengelilingi kedua kompleks candi. Parit ini ditemukan di dekat sawah sebelah barat kompleks Candi Plaosan Lor. Hingga saat ini, pembebasan lahan untuk ekskavasi parit masih belum dilakukan. Berdasarkan keberadaan parit yang mengelilingi kedua kompleks candi ini, Candi Plaosan Lor dan Candi Plaosan Kidul diasumsikan sebagai satu kesatuan kompleks candi bernama Situs Candi Plaosan.


Penamaan Candi

Dalam Bahasa Jawa, kata 'lor' artinya adalah utara, sedangkan kata 'kidul' artinya adalah selatan. Kedua kata tersebut menyatakan lokasi masing-masing kompleks Candi Plaosan. Candi Plaosan Lor berada di sebelah utara, sedangkan Candi Plaosan Kidul berada di sebelah selatan.


Sejarah Candi

Kompleks Candi Plaosan Lor memiliki 174 candi. Dalam buku Candi Indonesia Seri Jawa, seluruh candi perwara merupakan darma (dharma) atau persembahan (anumoda) yang diberikan oleh raja dan keluarganya atau para pejabat tinggi kerajaan sebagai wakaf berupa bangunan suci agama Buddha. Ada 2 bentuk bangunan candi perwara, yaitu candi perwara berbentuk caitya dan stupa.  Setiap candi perwara memiliki tulisan singkat yang diukir di batu candi perwara berisi nama orang yang menyumbang atau mempersembahkan candi perwara ke kompleks Candi Plaosan Lor.

Menurut Kumoro (2021) dalam artikelnya yang dimuat di kompasiana.com, terdapat tulisan singkat anumoda sri kahulunnan, artinya persembahan Sri Kahulunan, pada 4 candi perwara di kompleks Candi Plaosan Lor. Dari keempat tulisan tersebut, dua tulisan bersebelahan dengan tulisan dharmma sri maharaja (artinya darma Sri Maharaja) dan satu tulisan berhadapan dengan tulisan dharmma sri maharaja. 

Selain dua tulisan singkat di atas, beberapa tulisan singkat lainnya, yaitu:

  • asthupa sri maharaja rakai pikatan artinya (stupa [persembahan] Rakai Pikatan,
  • anumoda sang kalung warak pu daksa artinya persembahan Sang Kalung Warak Pu Daksa,
  • anumoda sang da pankur pu agam (persembahan Sang Da Pangkur Pu Agam), dan lainnya

Sri Maharaja adalah gelar seorang raja. Gelar tersebut dapat ditemukan dalam daftar raja-raja Mataram Kuno di Prasasti Mantyasih (berangka 90 M). De Casparis berpendapat bahwa Situs Candi Plaosan dibangun oleh Rakai Pikatan. Pendapat ini dibuktikan dengan nama Rakai Pikatan disebut dalam tulisan singkat asthupa sri maharaja rakai pikatan di candi perwara.

Menurut Balai Konservasi Borobudur (2017) dalam salah satu artikel di kebudayaan.kemdikbud.go.id, nama Sri Kahulunan disebut dalam Prasasti Tri Tepusan/Sri Kahulunan (berangka tahun 842 M) sebagai orang yang memberikan tanahnya di Desa Tri Tepusan untuk pemeliharaan tempat suci bernama Kamulan I Bhumisambhara. Bhumisambhara memiliki keterkaitan dengan nama Borobudur saat ini.

Gelar Sri Kahulunan sering disamakan dengan Pramodawardhani yang berasal dari Dinasti Syailendra pada masa Mataram Kuno. Pramodawardhani adalah putri Rakai Warak Dyah Manara atau dikenal juga dengan Raja Samaratungga. Hal ini dibuktikan dalam Prasasti Karangtengah/Kayumwungan (berangka tahun 824 M) yang menyebut Raja Samaratungga memiliki seorang putri bernama Pramodawardhani. Tulisan di dalam prasasti tersebut juga berisi tentang pendirian bangunan suci Jinalaya dan bangunan Wenuwana oleh Pramodawardhani. De Casparis berpendapat bahwa Wenuwana adalah Candi Mendut. Berdasarkan papan informasi di dalam kompleks Candi Plaosan Lor, pembangunan Candi Mendut oleh Raja Samaratungga dibantu oleh Rakarayan Patapan Pu Palar (atau disebut juga Rakai Garung), seorang raja beragama Hindu. Hubungan dekat antara raja beragama Buddha dengan raja beragama Hindu ini juga dapat ditemukan pada pembangunan Candi Plaosan.

Namun, penyebutan gelar Sri Kahulunan di candi perwara ini juga menjadi perdebatan oleh banyak ahli. De Casparis (1950) menyebut bahwa Sri Kahulunan merujuk pada permaisuri dari Rakai Pikatan, yaitu Pramodawardhani. Namun, Drs. Boechari (1982) berpendapat bahwa Sri Kahulunan ditafsirkan sebagai ibu suri. Hal ini didasarkan pada kisah Mahabharata yang menyatakan bahwa Yudhisthira memanggil Kunti, ibunya, dengan Sri Kahulunan. Oleh karena itu, Drs. Boechari menyimpulkan bahwa Sri Kahulunan bukan Pramodawardhani, melainkan ibunya (istri Raja Samaratungga).

Pendapat lain juga dikemukakan oleh Kusen (1988). Ia juga setuju dengan pendapat yang menyatakan bahwa Sri Kahulunan ditafsirkan sebagai ibu suri. Namun, ia berpendapat bahwa ibu suri yang dimaksud dengan Sri Kahulunan adalah ibu dari Sri Maharaja Rakai Garung. Hal ini berdasarkan tahun dibuatnya Prasasti Tri Tepusan berasal dari masa pemerintahan Sri Maharaja Rakai Garung. Dengan demikian, tulisan pendek dharmma sri maharaja di candi perwara merujuk kepada Rakai Garung, bukan Rakai Pikatan. Bukti pendukung lain untuk pendapat ini berasal dari tulisan singkat sang sirikan pu suryya di salah satu candi perwara kompleks Candi Plaosan Lor. Nama Sirikan Pu Suryya juga ditemukan dalam Prasasti Wanua Tengah III (berangka tahun 908 M). Dalam Prasasti Wanua Tengah III, ia adalah salah satu pejabat yang menyertai Rakai Garung saat mengembalikan sawah di Wanua Tengah kepada bihara di Pikatan. Jika nama Sirikan Pu Suryya di candi perwara dan Prasasti Wanua Tengah III adalah orang yang sama, maka dugaan ini menjadi lebih kuat (Kusen, 1994).

De Casparis, seorang ahli sejarah, berpendapat bahwa Situs Candi Plaosan didirikan pada pertengahan abad ke-9 M (antara tahun 825-850 M) berdasarkan gaya seni, arsitektur candi, dan prasasti. Kemudian, pada tahun 2003, sebuah prasasti berupa lempengan emas ditemukan di kompleks Candi Plaosan Kidul. Prasasti tersebut berukuran 18,5 cm x 2,2 cm dengan aksara Jawa Kuno dan berbahasa Sanskerta. Menurut Tjahjono Prasodjo, seorang arkeolog dari UGM, tulisan di lempengan emas tersebut menguatkan dugaan bahwa Situs Candi Plaosan dibangun pada masa pemerintahan Rakai Pikatan.

Hubungan antara Rakai Pikatan dengan Pramodawardhani sebagai suami istri tidak tertulis di daftar Raja-Raja Mataram Kuno pada Prasasti Wanua Tengah III maupun Prasasti Manstyasih I. Kusen (1994) dalam Raja-raja Mataram Kuna dari Sanjaya Sampai Balitung Sebuah Rekonstruksi Berdasarkan Prasasti Wanua Tengah III juga tidak mencantumkan Rakai Pikatan dan Pramodawardhani sebagai sepasang suami istri dalam lampirannya mengenai rekonstruksi hubungan raja-raja Mataram Kuna dari Sanjaya sampai Balitung. Namun, hubungan keduanya sebagai sepasang suami istri tertulis dalam naskah Pustaka Rajya Rajya I Bhumi Nusantara.

Naskah tersebut adalah salah satu bagian dari Naskah Wangsakerta yang ditemukan pada awal tahun 1970-an (Hardani K, 2010). Pustaka Rajya Rajya I Bhumi Nusantara selesai ditulis oleh tim di bawah pimpinan Pangeran Wangsakerta pada tahun 1698. Naskah ini berisi riwayat raja-raja yang memerintah suatu kerajaan dan peristiwa yang terjadi ratusan tahun sebelum masa penulisan naskah. Berdasarkan hasil perbandingan dengan sumber-sumber sejarah lain, naskah ini dianggap tidak layak menjadi acuan sumber sejarah. Alasannya, jarak waktu pencatatan dengan kejadian sejarah yang terlampau jauh. Bahkan, ada indikasi isi naskah tersebut sebenarnya merujuk pada karya ilmiah para sarjana barat dan naskah ini tidak dibuat pada abad ke-17. Contohnya adalah nama Pramodawardhani dalam urutan raja-raja Mataram Kuno di naskah Pustaka Rajya Rajya I Bhumi Nusantara tidak sesuai dengan Prasasti Wanua Tengah III dan Prasasti Mantyasih yang justru tidak menyebut nama Pramodawardhani dalam urutan raja-raja Mataram Kuno.

Namun, dalam Laporan Penelitian Candi Sari, Prambanan, Yogyakarta No. 32 (Soeroso dkk, 1985), Sri Kahulunan ditafsirkan sebagai Pramodawardhani dan ia menikah dengan Rakai Pikatan. Keduanya dianggap sebagai sebuah persatuan dua wangsa yang berbeda agama. Pramodawardhani berasal dari wangsa Syailendra beragama Buddha dan Rakai Pikatan berasal dari wangsa Sanjaya beragama Hindu.


Struktur Candi Induk Plaosan Lor

Dokumentasi Pribadi: Salah satu candi induk di Kompleks Candi Plaosan Lor

Candi Plaosan Lor terdiri dari dua candi induk yang menghadap ke barat. Tangga naik di kaki candi berada di sebelah barat. Pipi tangga naik tersebut memiliki hiasan makara dengan ukiran singa di mulutnya. Masing-masing candi induk dikelilingi oleh pagar keliling yang terbuat dari batu putih. Pagar keliling tersebut juga berada di antara dua candi induk. Jumlah pintu masuk ke area candi induk ada 3, yaitu 2 gapura paduraksa di pagar sisi barat dan 1 gapura paduraksa sebagai penghubung antara dua candi induk. Gapura paduraksa dihiasi oleh relief kala-makara, antefiks, dan bentuk atapnya bertingkat. Terdapat 4 menara tembok di setiap sudut pagar keliling dan 2 menara tembok di bagian tengah dari pagar keliling sisi barat dan sisi timur. 

Kedua candi induk kompleks Plaosan Lor memiliki bentuk dan hiasan yang sama. Meskipun demikian, ada sedikit perbedaan bentuk relief di dalam bilik utama dari setiap candi induk. Selain itu, kedua candi induk memiliki bilik penampil. Di bagian atas pintu masuk bilik penampil ada relief kala tanpa rahang bawah. Di sebelah kiri dan kanan kepala kala ada relief Apsara dengan posisi duduk bersila dan kedua telapak tangannya disatukan di depan dada sebagai sikap sembah. Dua relief Apsara lain juga terlihat di kedua sudut atas dari kepala kala. Bagian bawah dari pintu masuk bilik penampil memiliki relief gajah sedang duduk dan ada kalung lonceng besar di lehernya. Bagian atas dari pintu masuk ke bilik utama candi induk (di dalam bilik penampil) juga dihiasi oleh relief kepala kala. Kemudian, bagian bawah dari pintu masuk tersebut ada relief makara dan relief gana. Dinding dalam bilik penampil sisi utara dan selatan dihiasi oleh satu relung arca. Relung tersebut berhias relief kala-makara dengan motif flora.

Kedua candi induk kompleks Plaosan Lor sebenarnya adalah bangunan dua lantai. Namun, lantai kedua di candi induk saat ini sudah tidak ada. Alasannya adalah lantai kedua dari candi induk terbuat dari kayu. Keberadaan lantai kedua dibuktikan dengan adanya beberapa ceruk di dinding dalam candi induk yang berfungsi sebagai tempat meletakkan balok-balok kayu dari lantai dua. Batu penyangga tangga kayu menuju ke lantai dua juga ditemukan di salah satu bilik di dalam candi induk. 

Jumlah bilik di dalam setiap candi induk saat ini ada 3. Namun, jumlah total bilik candi induk ada 6 jika keberadaan lantai dua masih ada. Dua sekat pemisah antarbilik terbuat dari batu. Pintu setiap bilik berada dekat dengan dinding sisi barat. Bilik tengah adalah bilik utama dari candi induk. Di bagian dalam bilik utama terdapat 3 arca Buddha. Setiap arca diletakkan di atas lapik arca. Sayangnya, keberadaan keenam arca Buddha (dari dua candi induk) saat ini tidak lengkap. Selain itu, dinding dalam bilik juga dihiasi oleh relief-relief orang dan pengikutnya, relief burung, dan relung arca dengan hiasan kala-makara. 

Dokumentasi Pribadi: Arca Buddha di dalam bilik candi induk

Dinding luar dari candi induk kompleks Plaosan Lor dipenuhi oleh relief Apsara dengan posisi berdiri. Setiap relief Apsara dikelilingi oleh berbagai macam relief lain, seperti relief berbentuk pilar, relief makara, relief flora, relief geometri, dan relief bunga. Hiasan pembatas antara dinding luar lantai pertama dan lantai kedua candi induk memiliki beberapa antefiks. Antefiks yang diletakkan di atas jendela bilik candi induk berukuran lebih besar dibanding antefiks lain di kanan-kirinya. Di bagian tengah dari antefiks berukuran besar tersebut ada relief kepala arca. Hiasan antefiks seperti ini juga dapat ditemukan di Candi Ijo

Jumlah total dari jendela di tubuh candi induk ada 15, yaitu
a. Empat jendela di dinding sisi barat. Masing-masing jendela berada di dinding bilik candi sisi utara dan selatan. 
b. Empat jendela di dinding sisi utara.
c. Empat jendela di dinding sisi selatan.
d. Tiga jendela di dinding sisi timur. Masing-masing jendela berada di bilik candi sisi utara, tengah, dan selatan. 

Jika lantai dua candi dianggap masih ada, maka setiap bilik candi memiliki jumlah jendela berikut:
a. Bilik tengah lantai 1 : tidak punya jendela
b. Bilik utara lantai 1 : 3 jendela
c. Bilik selatan lantai 1 : 3 jendela
d. Bilik tengah lantai 2 : 1 jendela
e. Bilik utara lantai 2 : 4 jendela
f. Bilik selatan lantai 2 : 4 jendela

Dinding sisi timur dari candi induk hanya memiliki 3 jendela dan semuanya berada di dinding lantai 2. Uniknya, ada bentuk bingkai jendela di dinding sisi timur lantai 1 dan bagian tengah bingkai tersebut adalah batu berelief sulur-suluran. Dinding luar dari setiap jendela dihiasi oleh relief Apsara dengan posisi berdiri dan badannya agak menyamping ke arah jendela. Bagian atas jendela dihiasi oleh relief kepala kala dengan rahang bawah dan kedua telapak tangannya menelungkup ke bawah. Jari di tangan kepala kala berjumlah 3 dan memiliki kuku tajam. Batu di langit-langit jendela candi induk juga memiliki 5 lubang dangkal berbentuk kotak yang diduga berfungsi untuk meletakkan 5 batang kayu sebagai terali. Salah satu fungsi terali tersebut adalah mencegah burung atau kelelawar masuk ke dalam candi yang dapat membuat lantai bilik candi menjadi kotor akibat kotoran burung dan kelelawar.

Atap candi induk bertingkat. Pada atap tingkat pertama ada 4 stupa di setiap sudutnya. Dinding atap pada tingkat pertama memiliki hiasan berbentuk jendela kecil. bagian atasnya dihiasi oleh antefiks. Pada atap tingkat berikutnya dipenuhi oleh deretan stupa. Bagian puncak dari atap candi induk adalah sebuah stupa yang ukurannya lebih besar dibandingkan stupa lain yang ada di atap candi induk.

Bentuk candi induk kompleks Plaosan Lor mirip dengan bentuk Candi Sari. Kesamaan di antara keduanya dapat dilihat dari denah candi, bentuk atap candi, keberadaan jendela-jendela di tubuh candi, dan keberadaan lantai 2 di dalam candi induk yang terbuat dari kayu. Tangga naik di depan pintu masuk Candi Sari sudah rusak dan tangga tersebut belum bisa dipugar karena banyak batu penyusunnya hilang. Selain itu, bilik penampil dari Candi Sari juga sudah rusak. Candi induk kompleks Plaosan Lor bisa menjadi acuan dalam memperkirakan bentuk utuh dari tangga dan bilik penampil Candi Sari karena bentuk keduanya mirip. 


Struktur Candi Perwara Kompleks Plaosan Lor
  Berdasarkan buku Candi Indonesia Seri Jawa, ada 174 candi perwara yang mengelilingi dua candi induk Plaosan Lor. Candi-candi perwara tersebut tersusun dalam 3 baris dan terdiri dari 2 jenis candi perwara, yaitu candi perwara berbentuk caitya dan candi perwara berbentuk stupa. Detail dari candi perwara di kompleks Candi Plaosan Lor sebagai berikut.

a. Ada 50 candi perwara berbentuk caitya di baris pertama
b. Ada 54 stupa perwara dan 4 candi perwara berbentuk caitya di baris kedua
c. Ada 62 stupa perwara dan 4 candi perwara berbentuk caitya di baris ketiga

Dengan demikian, ada 58 candi perwara berbentuk caitya dan 116 stupa perwara. Pada poin b dan c di atas, 4 candi perwara berbentuk caitya tersebut masing-masing berada di sudut. Sebagian besar dari candi perwara sudah runtuh. Hingga saat ini, ada sekitar 20 candi perwara yang sudah dipugar. Hambatan yang harus dihadapi dalam pemugaran candi-candi perwara, yaitu perlu menyediakan banyak batu pengganti, tenaga kerja yang banyak, dan biaya yang besar. 

Dokumentasi Pribadi: Stupa perwara

Kemudian, tiga baris candi perwara ini dikelilingi oleh pagar keliling. Sayangnya, tidak banyak bagian pagar keliling terluar ini yang tersisa. Alasannya, pagar keliling tersebut terbuat dari batu putih yang lebih mudah rusak dibandingkan dengan batu andesit. Gapura dari pagar keliling ini juga sudah tidak ada. Di sisi barat pagar keliling terluar terdapat 4 arca Dwarapala. Setiap pasang arca Dwarapala tersebut diletakkan saling berhadapan dan berada di jalan yang mengarah ke masing-masing candi induk. Fungsi arca Dwarapala ini sebagai penjaga jalan masuk ke candi induk kompleks Plaosan Lor.  


Mandapa
Di bagian utara dari kompleks Candi Plaosan Lor terdapat sebuah batur berbentuk persegi yang menghadap ke barat. Batur ini disebut dengan Mandapa. Tangga naik Mandapa memiliki hiasan makara dengan ukiran burung di dalam mulutnya. Permukaan atas dari Mandapa yang cukup luas ini memiliki umpak-umpak yang jumlahnya ada 28 buah. Pada sudut barat laut dan sudut barat daya dari Mandapa ada satu stupa berukuran sedang. Kemudian, di bagian pinggir Mandapa sisi utara, timur, dan selatan ada total 21 arca Buddha. Kondisi arca-arca tersebut sudah mengalami sedikit kerusakan sejak pertama kali ditemukan. Semua arca Buddha tersebut diletakkan di atas susunan batu yang fungsinya seperti meja. Panjang meja batu di sisi timur sama dengan panjang sisi timur Mandapa, sedangkan panjang meja batu di sisi utara dan selatan hanya setengah dari panjang sisi utara dan selatan Mandapa. Berdasarkan keberadaan umpak-umpak batu, Mandapa diperkirakan memiliki bangunan yang terbuat dari kayu di atasnya. Fungsi Mandapa diduga sebagai tempat untuk melakukan upacara atau kegiatan keagamaan.

Dokumentasi Pribadi: Mandapa


Pemugaran Kompleks Candi Plaosan Lor
Keberadaan Situs Candi Plaosan telah dilaporkan pertama kali oleh R.D.M. Verbeek, seorang peneliti candi, dalam daftar inventaris kepurbakalaan di Jawa pada tahun 1891. Kemudian, penelitian dan pemugaran dilakukan pada masa selanjutnya. Pemerintah kolonial Hindia Belanda berhasil memugar candi induk sebelah selatan di kompleks Candi Plaosan Lor. Kemudian, Pemerintah Republik Indonesia melaksanakan pemugaran candi induk sisi utara, stupa perwara, menara tembok (disebut juga candi patok), candi perwara, arca Dwarapala, gapura, pagar halaman utama, dan Mandapa. Hingga saat ini, penelitian dan pemugaran Situs Candi Plaosan masih terus dilakukan.

Ada dua prasasti pemugaran di halaman kompleks Candi Plaosan Lor. Isi prasasti pertama sebagai berikut:
Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa
Purna Pugar
Candi Utama Utara Plaosan Lor
Diresmikan Oleh:
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia

Prof. Dr. Ing. Wardiman Djojonegoro
Plaosan, 19 Pebruari 1998

Isi prasasti kedua sebagai berikut:
Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa
Purna Pugar
Candi Utama Utara Kompleks Candi Plaosan Lor
Diresmikan Oleh:
Menteri Kebudayaan dan Pariwisata
Republik Indonesia

Ir. Jero Wacik, S.E.
Yogyakarta, 04 Januari 2010


Struktur Kompleks Candi Plaosan Kidul
Kompleks Candi Plaosan Kidul sebenarnya adalah bagian dari Candi Plaosan Lor. Jarak antara kedua kompleks candi ini hanya sekitar 100 m. Kesatuan dari dua situs ini disebut Situs Candi Plaosan. Hal ini didukung oleh keberadaan parit yang mengelilingi dua situs. Kedua situs saat ini terpisah oleh sebuah jalan desa.

Denah kompleks Candi Plaosan Kidul juga mirip dengan kompleks Candi Plaosan Lor. Denah kompleks Candi Plaosan Kidul berpola memusat. Pusat dari kompleks Candi Plaosan Kidul adalah sebuah candi induk dan di sekelilingnya ada 85 candi perwara. Di antara candi-candi perwara tersebut ada yang berupa stupa perwara. Sayangnya, bentuk candi induk belum bisa diidentifikasi sehingga pemugaran belum bisa dilakukan. Alasannya, candi induk saat ini hanya berupa pondasi. Sebagian besar batu penyusunnya sudah tidak ada. Berdasarkan susunan batu pondasinya, candi induk menghadap ke barat.

Dokumentasi Pribadi: Kompleks Candi Plaosan Kidul

Kompleks Candi Plaosan Kidul berada sekitar 1 m di bawah permukaan tanah. Hal ini bisa dilihat dari tanah area kompleks candi yang ketinggiannya sedikit lebih rendah dibandingkan tanah area permukiman warga di sebelah barat kompleks Candi Plaosan Kidul. Penggalian telah dilakukan terhadap hampir seluruh bagian kompleks candi. Semua temuan batu lepas ditumpuk di atas pondasi-pondasi candi yang masih tertanam di tanah. Beberapa pondasi menampilkan bentuk lingkaran yang mengindikasikan candi perwara berbentuk stupa, sedangkan beberapa pondasi lain berbentuk segi empat.

Kompleks Candi Plaosan Kidul memiliki pagar keliling. Sayangnya, hanya bagian atas dari pagar keliling yang saat ini masih ada, sedangkan bagian tubuh pagar keliling sudah tidak ada. Batu penyusun pagar keliling mungkin adalah batu putih sehingga banyak bagian pagar keliling yang rusak dan hilang. Selain itu, ada kemungkinan terjadi pengambilan batu candi oleh warga sekitar pada masa lalu.

Jumlah candi perwara di kompleks Plaosan Kidul yang sudah dipugar saat ini berjumlah 7 candi. Belum ada satu pun stupa perwara yang selesai dipugar. Ketujuh candi perwara ini menghadap ke barat. Menurut Sedyawati dkk dalam buku berjudul Candi Indonesia Seri Jawa, candi perwara yang ada di kompleks Candi Plaosan Kidul juga merupakan darma atau persembahan yang diberikan oleh raja dan keluarganya atau para pejabat tinggi kerajaan seperti pada candi perwara di kompleks Plaosan Lor. Buktinya, ada tulisan singkat di batu candi perwara kompleks Plaosan Kidul yang berisi identitas pemberi candi perwara. 

Bentuk candi perwara yang sudah dipugar di kompleks Candi Plaosan Kidul ternyata berbeda dengan candi perwara yang ada di kompleks Candi Plaosan Lor. Semua candi perwara yang sudah dipugar di kompleks Candi Plaosan Kidul memiliki bilik penampil, sedangkan candi perwara di kompleks Candi Plaosan Lor tidak memilikinya. Di dalam bilik penampil ada tangga naik menuju ke bilik candi perwara. Hal ini jarang ditemukan pada candi-candi lain. Biasanya, lantai bilik penampil dengan lantai bilik candi berada pada ketinggian yang sama. Bentuk unik ini juga dapat ditemukan pada salah satu candi di teras 8 dari kompleks Candi Ijo. Selain itu, ada batu dengan motif bunga diletakkan di bagian tengah dari lantai bilik candi perwara. Batu ini hanya dapat ditemukan pada salah satu candi perwara yang sudah dipugar dan fungsinya kemungkinan untuk menandai sumuran dari candi perwara. 

Ragam hias pada candi perwara yang telah dipugar, antara lain relief kala-makara, relief flora, antefiks, dan bentuk ratna atau kemuncak di atas atap candi perwara. Semua kepala kala di candi perwara adalah kepala kala tanpa rahang bawah. Kepala kala dapat ditemukan di atas pintu bilik penampil, di atas pintu bilik candi perwara, dan di atas bentuk bingkai pada dinding luar sisi utara, timur, dan selatan candi perwara. Bentuk bingkai ini seperti sebuah jendela. Bagian tengah bingkai adalah batu berelief geometri. Pada sisi utara dan selatan dari dinding luar bilik penampil ada relung berbentuk persegi panjang yang kosong. Pipi tangga naik ke bilik penampil memiliki hiasan gelung dan kaki candi perwara polos. 

Bentuk atap dari candi perwara di kompleks Plaosan Kidul mirip dengan bentuk atap dari Candi Banyunibo. Perbedaannya adalah tidak ada hiasan stupa di atap candi perwara kompleks Plaosan Kidul seperti pada Candi Banyunibo. Hiasan atap candi perwara di kompleks Plaosan Kidul adalah ratna dan antefiks. 

Pengaruh Agama Buddha dan Hindu pada Situs Candi Plaosan
Seperti yang sudah dijelaskan pada bagian sejarah Situs Candi Plaosan, ada keterkaitan agama Hindu dengan agama Buddha dalam proses pembangunan candi. Beberapa ahli menyimpulkan Rakai Pikatan adalah raja yang membangun Situs Candi Plaosan berdasarkan bukti-bukti arkeologis. Menurut papan informasi di kompleks Candi Plaosan Kidul, Situs Candi Plaosan dibangun oleh putri dari raja Dinasti Syailendra yang bergelar Sri Kahulunan, yaitu Pramodawardhani, dan dibantu oleh Rakai Pikatan dari Dinasti Sanjaya. Pernyataan ini didukung oleh pendapat beberapa ahli yang mengatakan bahwa Pramodawardhani adalah istri dari Rakai Pikatan. Perpaduan antara Agama Buddha dengan Agama Hindu pada Situs Candi Plaosan terlihat dari bentuk ratna sebagai kemuncak candi perwara (Hindu), stupa perwara (Buddha), Relief Apsara (Buddha), stupa sebagai kemuncak pada dua candi induk kompleks Plaosan Lor (Buddha), dan lainnya. 

Sumber
  1. Boechari. (1982). Aneka Catatan Epigrafi dan Sejarah Kuna Indonesia. Majalah Arkeologi, Th. V, No. 1-2, hlm. 15-38
  2. Casparis, J.G. de. (1950). Prasasti Indonesia I. Bandung: A.C Nix & Co
  3. Hardani, K. (2010). Rajya Rajya Ing Jawa Madhya, Raja-Raja Mataram Kuna Abad 9-10 Masehi: Perbandingan Antara Naskah Pustaka Rajya-Rajya I Bhumi Nusantara dengan Prasasti Wanua Tengah III. Berkala Arkeologi, 1, 39-60.
  4. Sedyawati, E., Santiko, H., Djafar, H., Maulana, R., Ramelan, W.D.S., Ashari, C. (2013). Candi Indonesia Seri Jawa. Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
  5. Kusen. (1988). Prasasti Wanua Tengah III 830 Saka_Studi Tentang Latar Belakang Perubahan Status Sawah di Wanua Tengah Sejak Rake Panangkaran Sampai Rake Watukura Dyah Balitung. Makalah dalam Kegiatan Ilmiah Arkeologi IAAI Komisariat DIY-Jawa Tengah di Yogyakarta
  6. Kusen. (1994). Raja-raja Mataram Kuna dari Sanjaya Sampai Balitung Sebuah Rekonstruksi Berdasarkan Prasasti Wanua Tengah III. Berkala Arkeologi, 14(2), 82–94.
  7. Mataram Kuno: Siapa Sosok di Balik Nama Sri Kahulunan di Percandian Plaosan Lor? (2021, Juli 9). Diakses pada November 4, 2024 dari www.kompasiana.com: https://www.kompasiana.com/jatikumoro/60e7aef7152510153604c602/mataram-kuno-siapa-sosok-dibalik-nama-sri-kahulunan-di-percandian-plaosan-lor?page=1&page_images=1 pukul 14.19 WIB
  8. Prasasti Tri Tepusan/Sri Kahulunan. (2017, Desember 15). Diakses pada November 4, 2024 dari kebudayaan.kemdikbud.go.id: https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bkborobudur/prasasti-tri-tepusan-sri-kahulunan/ pukul 14.28 WIB
  9. Prasasti Karangtengah/Prasasti Kayumwungan. (2017, Desember 15) Diakses pada November 4, 2024 dari kebudayaan.kemdikbud.go.id: https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bkborobudur/prasasti-karangtengah-prasati-kayumwungan/ pukul 14.54 WIB
  10. Sejarah Candi Plaosan: Wajah Toleransi Beragama Hindu-Budhha. (2020, Desember 23). Diakses pada November 4, 2024 dari tirto.id: https://tirto.id/sejarah-candi-plaosan-wajah-toleransi-beragama-hindu-buddha-f8pQ pukul 15.28 WIB 
  11. Candi Plaosan, Bukti Cinta Beda Agama. (2022, April 20). Diakses pada November 4, 2024 dari www.kompas.com: https://www.kompas.com/stori/read/2022/04/20/080000079/candi-plaosan-bukti-cinta-beda-agama?page=all pukul 15.32 WIB
  12. Pernikahan Pramodawardhani dengan Rakai Pikatan dan Berdirinya Candi Borobudur. (2022, November 2). Diakses pada November 4, 2024 dari daerah.sindonews.com: https://daerah.sindonews.com/read/929569/29/pernikahan-pramodawardhani-dengan-rakai-pikatan-dan-berdirinya-candi-borobudur-1667340716 pukul 19.39 WIB


Komentar

Postingan Populer