Hobi Membaca Buku Tidak Boleh Sampai Terjebak Bibliomania
Hobi membaca buku memiliki banyak manfaat. Selain menambah pengetahuan, hobi ini juga bisa mempertemukan para pecinta buku dalam sebuah komunitas membaca buku. Para pecinta buku akan lebih bersemangat dan merasa nyaman berkumpul dengan orang lain yang punya hobi yang sama. Hobi membaca buku tidak selalu harus mengeluarkan banyak uang. Harga buku di Indonesia memang cukup mahal sehingga menjadi dilema bagi para pecinta buku. Namun, ada solusi lain supaya kita tetap bisa membaca buku tanpa mengeluarkan uang, yaitu dengan meminjam buku dari perpustakaan atau teman.
Daftar isi
Alasan Tetap Membeli Buku
Ada juga pecinta buku yang tetap memilih untuk membeli buku. Bagi mereka, buku juga menjadi barang koleksi yang penting dan berharga. Ada banyak alasan yang melatarbelakangi pilihan tersebut, antara lain:
1. Buku bisa dibaca kapan saja
Kita akan lebih leluasa memilih waktu yang cocok untuk membaca buku jika buku itu adalah milik kita. Kita juga tidak perlu khawatir buku rusak atau hilang karena buku dipinjam orang lain.
2. Kegiatan membaca buku terasa lebih nyaman
Membaca buku milik sendiri tentu terasa lebih nyaman. Kita tidak perlu khawatir buku tersebut rusak sehingga kita harus menggantinya. Selain itu, membaca buku milik sendiri memberikan lebih banyak kebebasan karena tidak ada batasan waktu seperti saat meminjam buku dari orang lain.
3. Buku bisa digunakan sebagai pajangan di rumah
Bagi sebagian orang, buku dianggap sangat berharga sehingga membacanya saja tidak cukup. Mereka akan menyimpannya di tempat yang mudah dilihat, seperti rak buku di ruang kerja atau ruang keluarga. Selain itu, buku dengan sampul yang bagus dan berwarna-warni sering dipilih untuk mempercantik rumah
4. Buku yang disimpan menambah rasa percaya diri
Buku-buku yang tersusun rapi di rumah dapat menambah rasa percaya diri pemiliknya dan dapat menjadi simbol pencapaian pribadi atas semua ilmu pengetahuan dan pengalaman yang didapat dari membaca buku. Orang lain juga sering beranggapan bahwa individu yang menyimpan banyak buku di rumahnya berarti memiliki pengetahuan yang lebih banyak dan bijaksana.
5. Buku memiliki bentuk fisik yang bagus
Buku antik kebanyakan memiliki sampul kulit yang dihiasi oleh berbagai ornamen klasik, sedangkan buku modern memiliki sampul dengan warna yang terang dan mencolok. Keunikan bentuk fisik buku membuat banyak orang suka mengoleksinya.
6. Berniat untuk membuat perpustakaan pribadi
Koleksi buku yang terus bertambah membuat para pecinta buku perlu untuk membuat tempat khusus untuk menyimpan semua bukunya. Mereka senang mendesain dan menyusun rak-rak buku sebagus mungkin di perpustakaan pribadi. Perpustakaan pribadi juga bisa menjadi sarana edukasi bagi anak-anak di rumah.
Hobi mengoleksi buku memang sangat menyenangkan bagi penggemarnya. Namun, motivasi yang melatarbelakangi alasan mengoleksi buku sangat penting untuk diperhatikan. Motivasi yang salah bisa menandakan kita memiliki kebiasaan yang buruk dan suka memboroskan uang. Ada dua istilah yang berkaitan erat dengan hobi mengoleksi buku dan wajib kita pahami, yaitu bibliophilia dan bibliomania.
Etimologi Bibliophilia dan Bibliomania
Bibliophilia menjadi sebutan bagi orang yang suka membaca dan mengoleksi buku. Istilah ini berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani Kuno, yaitu biblion yang berarti buku dan philia yang berarti kesukaan atau kasih. Dengan demikian, bibliophilia adalah kecintaan kepada buku.
Meskipun hobi membaca buku memiliki banyak manfaat, ada kebiasaan yang dapat menyebabkan gangguan obsesif-kompulsif yang disebut dengan bibliomania. Kata mania dalam bahasa Yunani berarti antusiasme yang besar atau menyerap minat. Istilah ini bermakna antusiasme yang besar terhadap buku. Orang yang disebut bibliomania memiliki dorongan besar dalam dirinya untuk mengumpulkan buku hingga mengabaikan kondisi keuangan, sosial, dan kesehatannya. Dorongan tersebut terjadi berulang-ulang dan sulit dihilangkan. Kondisi psikologis ini dapat menyebabkan kecemasan jika tujuannya tidak tercapai.
Awal Mula Bibliomania
Bibliomania muncul seiring dengan meningkatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Istilah bibliomania populer pada zaman Revolusi Industri. Dalam buku berjudul Bibliomania, or Book Madness: A Bibliographical Romance, bibliomania dibahas dengan sangat mendalam, mulai dari sejarah bibliomania, gejala, hingga cara menyembuhkan orang yang mengalami bibliomania. Buku tersebut ditulis oleh Thomas Frognall Dibdin (1776-1847) dan diterbitkan pada tahun 1809. Ia mendefinisikan bibliomania sebagai sebuah penyakit yang menyerang orang-orang pada kelas menengah ke atas dan lebih mudah menjangkit laki-laki daripada perempuan.
Dibdin menyatakan bahwa tokoh terkenal yang pertama kali terjangkit penyakit bibliomania adalah Richard de Bury. Sebagai salah satu guru Raja Edward III dari Inggris, ia dikenal sebagai seorang pecinta buku (bibliophilia). Ia menulis sebuah manuskrip berjudul Philobiblon (artinya Kecintaan pada Buku) dan mengoleksi banyak buku sebagai bentuk apresiasinya terhadap wadah fisik dari ilmu pengetahuan. Aktivitasnya dalam mengoleksi buku dilakukan sembari melayani Raja Edward III selama misi diplomatik di Eropa. Kemudian, selama ia menjadi uskup di Durham pada tahun 1333, ia memiliki kesempatan lebih besar dalam menjalankan hobinya. Meskipun Dibdin menganggap Richard de Bury sebagai tokoh terkenal yang pertama kali terjangkit penyakit bibliomania, kemungkinan ada banyak orang yang mengalami bibliomania sebelum Richard de Bury. Namun, identitas mereka belum dapat diketahui dengan akurat.
Hasil penelitian Dibdin menunjukkan bahwa penyakit bibliomania telah ada sejak abad pertengahan dan bahkan dialami oleh tokoh-tokoh penting dengan kedudukan tinggi di bidang politik, ekonomi, dan sosial dalam masyarakat. Bibliomania muncul seiring dengan pertumbuhan ilmu pengetahuan pada berbagai pusat peradaban besar manusia. Pengaruh bibliomania semakin besar semenjak mesin cetak ditemukan, misalnya mesin cetak karya Gutenberg pada tahun 1440 di Eropa. Pengaruh bibliomania mencapai puncaknya pada masa Revolusi Industri di Inggris.
Gejala Bibliomania
Dalam bukunya, Dibdin juga mengutip isi buku Dictionnaire Raisonne de Bibliologie karya Gabriel Peignot (1767-1849) yang diterbitkan tahun 1802. Peignot menyatakan bahwa bibliomania adalah hasrat untuk memiliki buku dengan tujuan memuaskan mata saja. Hasrat tersebut berfokus pada bentuk buku, tanggal penerbitan buku, penulis buku, keindahan sampul dan halaman buku, buku edisi pertama, gambar-gambar yang menarik di dalam buku, dan buku dengan keunikan khusus. Bahkan, hasil cetak buku yang cacat juga menjadi salah satu koleksi penting yang wajib dimiliki.
Pada masa lalu, buku dan manuskrip dibuat dengan memperhatikan keindahan seni. Hiasan tersebut dapat berupa gambar flora, fauna, manusia, geometris, dan sebagainya yang diletakkan di sampul dan halaman buku. Jenis huruf yang digunakan juga beragam. Bahkan, ada beberapa buku yang ditulis dengan tinta emas dan dilukis menggunakan cat yang dicampur dengan batu permata. Keindahan hiasan di dalam buku dan manuskrip menjadi sasaran pecinta buku yang bibliomania. Isi dari buku tidak dipedulikan oleh pecinta buku yang bibliomania asalkan buku tersebut dinilai memiliki hiasan yang indah di mata mereka. Selain itu, buku edisi pertama dan buku dengan tahun penerbitan yang tua dianggap sebagai buku berharga.
Penderita bibliomania sebenarnya memiliki kecemasan yang sangat besar. Mereka terus berusaha untuk mengumpulkan buku dalam jumlah yang banyak untuk menghentikan kecemasan mereka. Mereka terkadang juga mengumpulkan beberapa eksemplar buku yang sama. Namun, kecemasan itu akan kembali muncul meskipun mereka sudah memiliki banyak buku. Setiap kali kecemasan itu muncul, berapapun uang yang diperlukan untuk membeli buku akan mereka keluarkan. Koleksi mereka akan terus bertambah seiring dengan banyaknya buku yang dapat mereka beli. Beberapa di antara mereka memiliki perpustakaan pribadi yang sangat besar dan beberapa yang lain menimbun buku mereka di dalam rumah hingga hampir penuh. Perilaku ini tentu saja harus didukung oleh kondisi keuangan yang baik. Lain halnya jika penderita bibliomania berasal dari kalangan menengah ke bawah. Mereka bisa mencuri buku demi memuaskan hasratnya.
Tokoh-tokoh Penderita Bibliomania
Stephen Blumberg dari Amerika Serikat adalah seorang pencuri buku yang sudah mencuri setidaknya 23.600 buku langka dari 268 perpustakaan yang berada di Amerika Utara pada tahun 1970-1990. Bahkan, ia dianggap sebagai pencuri buku yang paling produktif. Ia berhasil melakukan berbagai cara untuk mencuri buku dari berbagai perpustakaan, baik pada jam kerja maupun saat perpustakaan sudah tutup.
Guglielmo Libri (1803–1869) adalah seorang pengungsi politik di Prancis yang berasal dari Italia. Ia menjabat sebagai Kepala Inspektur Perpustakaan di Prancis dari tahun 1841 hingga 1848. Tugasnya adalah mengatalogkan buku dan manuskrip berharga. Ia memanfaatkan jabatannya untuk mencuri buku dan manuskrip berharga atau meminjamnya dari perpustakaan tanpa mengembalikannya. Kebiasaan buruknya ini sebenarnya sudah ia lakukan sejak di Italia. Pada tahun 1848, ia kabur ke Inggris sambil membawa sebagian buku dan manuskrip koleksinya ke Inggris karena namanya muncul dalam daftar penangkapan selama Revolusi Liberal di Prancis. Saat di Inggris, ia mendapatkan banyak uang dengan menjual beberapa buku dan manuskrip koleksinya. Perpustakaan pribadinya diperkirakan menampung 30.000 buku pada tahun 1851. Kemudian, pada tahun 1861, ia melelang koleksinya dalam dua penjualan besar.
Sir Thomas Phillipps, 1st Baronet (1792-1872) adalah orang yang memiliki koleksi buku paling banyak pada abad ke-19. Ia mewarisi kekayaan yang sangat besar sehingga memungkinkannya untuk membeli buku dalam jumlah banyak. Kecintaannya pada buku, manuskrip, dan benda-benda kuno bersejarah membuat dirinya selalu bersemangat untuk membeli hampir semua buku dalam katalog di setiap toko buku yang dikunjunginya. Namun, ia lebih berfokus pada pembelian manuskrip. Bahkan, jumlah manuskrip koleksinya sudah mencapai 60.000 manuskrip. Pada saat kematiannya, buku katalog Bibliotheca Phillippica telah mencatat 100.000 buku dan manuskrip milik Phillipps. Sebagian besar koleksinya disumbangkan ke British Museum pada tahun 1946, sedangkan sisanya dijual ke toko buku antik atau pelelangan. Berkat hobinya, kita masih bisa melihat dan mempelajari banyak manuskrip, buku langka, dan benda-benda bersejarah yang sangat rentan musnah jika Thomas Phillipps tidak membelinya di masa lalu.
Selain ketiga tokoh di atas, ada banyak individu lain di masa lalu yang tercatat mengoleksi buku dalam jumlah besar. Bagi sebagian orang, perilaku tersebut mungkin hanya dianggap sebagai hobi. Namun, beberapa yang lain menilai perilaku ini berlebihan sehingga para kolektor tersebut dianggap mengalami bibliomania. Meskipun demikian, ada juga beberapa peneliti besar dalam sejarah yang mengumpulkan banyak buku dan manuskrip untuk mendukung penelitiannya. Warisan mereka telah memperkaya ilmu pengetahuan saat ini dan telah mengisi banyak perpustakaan besar di dunia.
Bibliokleptomania
Stephen Blumberg dan Guglielmo Libri adalah dua bibliomaniak yang memuaskan hasrat mengoleksi buku mereka dengan cara mencuri. Adanya dorongan untuk mencuri tersebut sangat sulit untuk hilang. Perilaku mencuri buku yang tidak tertahankan ini disebut dengan bibliokleptomania. Bibliokleptomania terdiri dari 3 kata dalam Bahasa Yunani, yaitu biblion yang berarti buku, klepto yang berarti mencuri, dan mania yang berarti antusiasme atau dorongan yang besar. Di masa sekarang ini, bibliokleptomania masih sering dijumpai. Contoh paling sederhana adalah teman yang meminjam buku milik kita, tetapi ia tidak berniat untuk mengembalikannya.
Tsundoku
Pelaku bibliomania mungkin masih membaca sebagian buku koleksi mereka, misalnya dalam kasus Guglielmo Libri sebagai seorang matematikawan. Ia mengoleksi banyak manuskrip dari berbagai ilmuwan besar di masa lalu, seperti Galileo, Leibniz, Mersenne, Gassendi, dan Descartes untuk mendukung banyak penelitiannya. Namun, kasus seperti itu sangat jarang terjadi dan sangat mustahil membaca semua buku atau manuskrip dalam jumlah banyak. Sebaliknya, ada perilaku membeli buku dengan niat untuk membacanya, tetapi niat tersebut tidak terealisasi sehingga buku menumpuk tanpa pernah dibaca. Perilaku itu disebut dengan tsundoku.
Tsundoku berasal dari dua kata dalam bahasa Jepang, yaitu tsun (dari kata tsumu) yang artinya menumpuk dan doku yang artinya membaca. Dengan demikian, tsundoku berarti membeli bahan bacaan dan kemudian menumpuknya (BBC, 2018). Istilah ini diperkirakan berasal dari tahun 1879 dalam sebuah teks yang menyebut tentang seorang guru yang suka menumpuk banyak buku, tetapi tidak pernah membacanya. Istilah tsundoku muncul pada abad yang sama dengan munculnya istilah bibliomania di Eropa.
Perilaku tsundoku muncul di saat Jepang mengalami westernisasi dan modernisasi besar-besaran pada era Meiji (1868-1912). Era tersebut melahirkan banyak ilmuwan di berbagai bidang dan mendukung impor banyak buku dari luar negeri. Kebutuhan buku yang meningkat di masa tersebut disertai dengan budaya membaca yang semakin meningkat.
Perbedaan Bibliomania dan Tsundoku
Istilah bibliomania dan tsundoku kerap kali dianggap memiliki arti yang sama. Istilah tsundoku juga tidak memiliki padanan pada bahasa Inggris. Tsundoku tidak dianggap sebagai perilaku obsesif-kompulsif seperti bibliomania, melainkan hanya kebiasaan buruk. Berikut ini perbedaan antara kedua istilah tersebut.
1. Tsundoku:
- Kebiasaan membeli buku dengan niat untuk membacanya, tetapi tujuan itu tidak terealisasi sehingga buku tidak dibaca
- Buku-buku dikoleksi secara tidak sengaja
2. Bibliomania:
- Perilaku obsesif-komplsif dalam mengumpulkan buku dengan tujuan untuk mengoleksinya
- Buku-buku yang dikoleksi mungkin tidak pernah dimaksudkan untuk dibaca
Di dalam tsundoku, pembeli buku sebenarnya berniat membacanya. Namun, ada banyak alasan mengapa buku yang telah dibeli tidak sempat dibaca, seperti keterbatasan waktu, beban pekerjaan lain yang menumpuk, atau bahkan lupa bahwa buku tersebut belum sempat dibaca. Akibatnya, banyak buku yang belum dibaca menumpuk di antara buku-buku yang sudah dibaca.
Meskipun tsundoku terlihat lebih baik dibandingkan bibliomania dan bibliokleptomania, tsundoku tetap termasuk perilaku yang buruk. Setiap buku yang kita beli sebaiknya dibaca sampai selesai daripada membelinya untuk pemborosan yang tidak bermanfaat. Berbagai cara yang bisa dilakukan untuk mencegah kita membeli buku yang pada akhirnya tidak sempat kita baca, antara lain:
- Membuat daftar buku yang ingin dibeli sebelum datang ke bazar buku atau toko buku
- Membeli buku hanya jika buku yang dicari tidak ditemukan di perpustakaan terdekat
- Mendahulukan pembelian buku yang paling dibutuhkan daripada membeli banyak buku yang tidak terlalu dibutuhkan.
- Membaca buku yang dimiliki hingga selesai sebelum membeli buku baru
- Menahan diri dari godaan diskon dan promo di toko buku
Kecanduan Mengoleksi Sesuatu
Mengoleksi sesuatu adalah aktivitas yang memberikan kesenangan tersendiri bagi para peminatnya. Namun, kecenderungan untuk mengoleksi sesuatu tanpa memperhatikan kondisi keuangan pribadi, mengabaikan kesehatan, dan merusak hubungan sosial dengan orang lain adalah sebuah kecanduan yang buruk. Bibliomania adalah kecanduan seseorang terhadap buku. Kondisi ini sangat sulit hilang, seperti yang dialami oleh seseorang yang kecanduan rokok, minuman beralkohol, atau narkoba. Psikoterapi adalah salah satu cara untuk meringankan kecanduan. Namun, ada cara yang lebih sederhan dan sebaiknya dilakukan sejak pertama kali gejala bibliomania muncul, yaitu menahan diri dari hasrat untuk membeli buku yang berlebihan.
Sumber:
- The Project Gutenberg eBook of Bibliomania; or Book-Madness. (2009, April 8). Diakses pada November 25, 2024 dari gutenberg.org: https://www.gutenberg.org/cache/epub/28540/pg28540-images.html#Page_B_12 pukul 23.19 WIB
- Richard de Bury. (n.d.). Diakses pada November 25, 2024 dari britannica.com: https://www.britannica.com/biography/Richard-de-Bury pukul 23.04 WIB
- Book Collecting. (n.d.). Diakses pada November 25, 2024 dari britannica.com: https://www.britannica.com/topic/book-collecting pukul 23.10 WIB
- Bibliomania Day: Commemorating the Great Grand Heist of 23.600 Books. (2023, Maret 20). Diakses pada November 25, 2024 dari newsbytesapp.com : https://www.newsbytesapp.com/news/lifestyle/bibliomania-day-2023/story pukul 23.20 WIB
- Bibliophily & Bibliomania. (n.d.). Diakses pada November 26, 2024 dari grolierclub.omeka.net: https://grolierclub.omeka.net/exhibits/show/lasting-impressions/bibliophily-bibliomania pukul 18.36 WIB
- Most Prolific Book Thief. (n.d.). Diakses pada November 26, 2024 dari guinnessworldrecords.com: https://www.guinnessworldrecords.com/world-records/677247-most-prolific-book-thief pukul 19.05 WIB
- Thomas Phillipps. (2024, Agustus 29). Diakses pada November 26, 2024 dari en.wikipedia.org: https://en.wikipedia.org/wiki/Thomas_Phillipps pukul 20.37 WIB
- Tsundoku: The Art of Buying Books and Never Reading Them. (2018, Juli 29). Diakses pada November 26, 2024 dari bbc.com: https://www.bbc.com/news/world-44981013 pukul 20.50 WIB
- The Concept of Tsundoku. (2018, Desember 21). Diakses pada November 26, 2024 dari philhalton.com: https://philhalton.com/2018/12/21/tsundoku/ pukul 21.14 WIB
Komentar
Posting Komentar