Embung Langensari adalah salah satu embung
yang berada di dalam Kota Yogyakarta. Embung Langensari menjadi area terbuka
hijau sekaligus daerah resapan air di tengah Kota Yogyakarta. Embung ini dapat
menjadi lokasi berbagai kegiatan masyarakat, seperti berolahraga, berwisata,
dan melaksanakan berbagai acara rakyat.
Keterangan: Pengamatan dilakukan pada tanggal
19 Februari 2023
Lokasi
Embung Langensari berada di Jalan Kusbini
No.35, Kalurahan Klitren, Kemantren Gondokusuman, Kota Yogyakarta. Embung
Langensari berada di sebelah utara UPT Balai Yasa Yogyakarta. Di sebelah timur
laut embung ada Kampung Balapan dan di sebelah barat embung ada Gereja Kristen
Jawa (GKJ) Gondokusuman, Universitas Kristen Duta Wacana, dan Kalurahan
Kotabaru. Dengan demikian, lokasi Embung Langensari sangat strategis.
Sejarah Kawasan Sekitar Embung Langensari
Embung Langensari dibangun pada tahun 2015.
Namun, kawasan di sekitar Embung Langensari memiliki sejarah yang sangat
panjang sejak masa pemerintahan Hindia Belanda hingga masa kemerdekaan. GKJ
Gondokusuman, UPT Balai Yasa Yogyakarta, dan Kampung Balapan menjadi bagian
dari sejarah Kota Yogyakarta. Selain itu, Kalurahan Kotabaru yang dahulu
merupakan kawasan permukiman penduduk Belanda memberikan pengaruh besar pada
wilayah timur Kota Yogyakarta.
UPT Balai Yasa Yogyakarta adalah bengkel
kereta api yang didirikan pada tahun 1914. Pada masa pemerintahan Hindia
Belanda, UPT Balai Yasa bernama Centraal Werkplaats (bengkel pusat) dan
dimiliki oleh Nederland Indische Spoorweg Maatschapij (NISM). Bengkel pusat
kereta api ini direbut oleh pemerintah pendudukan Jepang pada tahun 1942.
Pemerintah Indonesia mengambil alih Centraal Werkplaats setelah Indonesia
merdeka dan mengubah namanya menjadi Balai Karya (artinya bengkel). Kemudian,
nama tersebut diubah menjadi Balai Yasa (artinya bengkel) dan nama itu tetap
digunakan hingga saat ini. Di sebelah selatan UPT Balai Yasa terdapat jalur
rel kereta api yang melewati Kota Yogyakarta dan dua stasiun kereta apinya,
yaitu stasiun Tugu (dibangun tahun 1887) dan stasiun Lempuyangan (dibangun
tahun 1872). Selain itu, di sebelah barat UPT Balai Yasa terdapat bekas los
bundar kereta api (dahulu milik NISM) yang sekarang menjadi gudang persediaan
PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Yogyakarta.
Keberadaan UPT Balai Yasa juga ditandai dengan
sebuah monumen yang berhadapan dengan Embung Langensari. Monumen tersebut
memiliki 3 buah roda kereta dari logam dan berukuran besar. Di bagian tengah
tubuh monumen terdapat tulisan,
Balai Yasa
PT Kereta Api
Pengok
Yogyakarta
dan di bagian kaki monumen terdapat tulisan,
Tiada Hari Tanpa Produksi
Tiada Produksi Tanpa Mutu
Monumen Balai Yasa berada di tengah
Taman Balai Yasa yang memiliki hamparan rumput hijau.
|
Dokumentasi pribadi: Monumen Balai Yasa, Jalan Kusbini, dan UPT Balai
Yasa Yogyakarta
|
Kampung Balapan adalah sebuah permukiman
padat penduduk di sebelah utara UPT Balai Yasa. Nama "Kampung Balapan"
berasal dari keberadaan sebuah arena pacuan kuda pada masa pemerintahan
Hindia Belanda. Penduduk Belanda memberikan pengaruh kuat terhadap budaya
dan gaya hidup masyarakat Yogyakarta, khususnya kalangan bangsawan, orang
kaya, dan anggota Keraton Yogyakarta. Kegiatan menunggang kuda yang dikenal
oleh masyarakat Yogyakarta sebagai bagian dari kegiatan militer atau sarana
transportasi memiliki definisi lain sejak masyarakat Belanda memperkenalkan
kegiatan pacuan kuda sebagai olahraga dan hiburan. Sekitar akhir abad ke-19,
ada sebuah perkumpulan olahraga balap kuda bernama Wedloop Societeit Mataram
(WSM) di Yogyakarta. Perkumpulan tersebut mendirikan arena pacuan balap kuda
di sebelah utara Centraal Werkplaats sekitar tahun 1890-an. Setelah
pemerintahan Hindia Belanda beralih ke pemerintahan pendudukan Jepang, arena
balap kuda menjadi terbengkalai. Kemudian, penduduk mulai mendirikan rumah
di dalam arena balap kuda setelah masa kemerdekaan hingga akhirnya arena
balap kuda berubah menjadi permukiman padat penduduk. Sisa-sisa arena balap
kuda masih dapat ditemukan di masa kini, yaitu bentuk jalan raya yang oval
(Jalan Langensari dan Jalan Munggur) dan nama Kampung Balapan.
GKJ Gondokusuman didirikan pada tahun 1913.
GKJ Gondokusuman dirintis oleh para pendeta utusan (zending) dari
Belanda. Sebelum tahun 1926, para pendeta Belanda memimpin jemaat gereja
tersebut. Kemudian, seorang pendeta dari orang Jawa, Ponidi Sopater,
ditunjuk untuk memimpin GKJ pada tahun 1926. Sejak saat itu, perkembangan
dan pertumbuhan pekabaran injil di Yogyakarta melalui GKJ Gondokusuman
dipimpin oleh orang pribumi. GKJ Gondokusuman juga mengalami pergolakan
selama masa pemerintahan pendudukan Jepang dan dua Agresi Militer Belanda.
Namun, GKJ Gondokusuman dapat bertahan menghadapi segala tantangan zaman.
Kegiatan pekabaran injil dan pertumbuhan jemaat Kristen di Gondokusuman juga
memberikan kontribusi besar pada bidang kesehatan melalui Rumah Sakit
Petronella (sekarang bernama Rumah Sakit Bethesda).
Wilayah Sekitar Embung Langensari pada Peta Yogyakarta Tahun 1925
Pemerintah Hindia Belanda mencatat dan mengabadikan kondisi Kota Yogyakarta
dalam bentuk sebuah peta pada tahun 1925 berjudul Jogjakarta en Omstreken.
Embung Langensari baru dibangun pada tahun 2015. Lokasi Embung Langensari
sebelumnya ditempati oleh SD Negeri Langensari Yogyakarta. Pada peta
Yogyakarta tahun 1925, lokasi Embung Langensari masih berupa lahan kosong
yang ditumbuhi oleh pepohonan. Berikut ini beberapa nama lama dari
lingkungan di sekitar Embung Langensari yang tertera pada peta Yogyakarta
tahun 1925.
-
Jalan Kusbini dahulu bernama Pengok-weg sehingga nama lengkap Centraal
Werkplaats adalah Centraal Werkplaats N.I.S.M. Pengok
- Kampung Balapan dahulu adalah Race-terrein (arena balap kuda)
-
Jalan Urip Sumoharjo di sebelah utara Kampung Balapan (Race-terrein)
dahulu bernama Jalan Balapan
Embung Langensari
Embung Langensari tidak memiliki banyak
fasilitas pendukung. Tidak ada lahan parkir kendaraan membuat pengunjung
embung harus memarkirkan kendaraan di pinggir jalan. Terkadang ada petugas
parkir yang membantu menata dan menjaga kendaraan pengunjung embung. Di
dekat gerbang masuk terdapat sebuah pelataran luas dengan tulisan “Embung
Langensari” berukuran besar. Di pinggir pelataran tersebut terdapat beberapa
undakan untuk tempat duduk.
Embung Langensari cukup dalam. Pengunjung
harus tetap berhati-hati, khususnya bagi yang membawa anak-anak, saat
berjalan di pinggir embung meskipun sudah ada pagar pengaman. Embung
Langensari juga memiliki banyak ikan air tawar. Masyarakat sering memancing
di embung pada siang hari. Lingkungan di sekitar embung dikelilingi oleh
pepohonan berukuran besar sehingga udara menjadi sejuk pada siang hari.
Selain itu, ada beberapa burung dara yang tinggal di sekitar embung sehingga
pengunjung bisa memberi makan burung dara atau berfoto dengan burung
dara.
|
Dokumentasi pribadi: Pemandangan Embung Langensari
|
Di sebelah utara embung terdapat Embung
Learning Center yang berfungsi sebagai bangunan untuk kegiatan studi. Di
depan bangunan tersebut terdapat sebuah pohon beringin yang daunnya sangat
rimbun. Para pemancing ikan sering memancing dari bawah pohon tersebut. Ada
beberapa penjual makanan dan minuman di dekat embung. Mereka menggunakan
tenda-tenda berukuran kecil yang cukup untuk menampung semua barang jualan.
Kebersihan kawasan embung masih terjaga karena para penjual juga selalu
menjaga kebersihan lingkungan di sekitar mereka.
Wisata Jalan Kusbini
Jalan Kusbini di sebelah utara UPT Balai
Yasa bukan jalan raya biasa. Jalan ini memiliki udara yang lebih sejuk dan
suasana yang lebih tenang dibandingkan dengan jalan lain di Kota Yogyakarta.
Alasannya adalah Jalan Kusbini di sebelah utara UPT Balai Yasa memiliki
beberapa pohon berukuran besar dengan daun yang rimbun, batang yang besar
dan tinggi, serta akar yang besar dan indah. Beberapa orang menganggap
keberadaan pohon-pohon tersebut memberikan kesan angker. Namun, sebagian
besar masyarakat Kota Yogyakarta tetap menjadikan jalan ini sebagai tempat
istirahat yang sangat nyaman pada siang hari.
Pemandangan lain di sekitar Jalan Kusbini
adalah rumah-rumah warga yang bentuk arsitekturnya masih klasik. Beberapa
rumah tersebut masih memiliki halaman depan yang luas dan ditumbuhi banyak
tanaman hias. Lingkungan di sekitarnya juga bersih dan tertata rapi.
Jalan Kusbini terkenal dengan minuman es
doger karena banyak penjual es doger membuka lapaknya di pinggir Jalan
Kusbini. Mereka berjualan dari pagi hingga sore hari. Pengunjung bisa duduk
di kursi-kursi yang disediakan penjual di bawah pohon besar. Tidak hanya es
doger, ada juga es dawet, batagor, siomai, dan beberapa makanan lainnya.
Sumber:
-
Soekotjo, S.H., Widhartono, A. (2013).
Menjadi Garam dan Terang Dunia. Yogyakarta: Yayasan Taman Pustaka
Kristen Indonesia dan Panitia Peringatan 100 Tahun GKJ Gondokusuman
-
UPT Balai Yasa Yogyakarta. (n.d.) Diakses pada April 9, 2024 dari
jogjacagar.jogjaprov.go.id:
https://jogjacagar.jogjaprov.go.id/detail/905/upt-balai-yasa-yogyakarta
pukul 15.11 WIB
-
Kampung Balapan: Sisa Euforia Pacuan Kuda yang Nyaris Tak Dikenali. (2020, September 21). Diakses pada April 9, 2024 dari lampau.in:
https://lampau.in/2020/09/21/kampung-balapan-sisa-euforia-pacuan-kuda-yang-nyaris-tak-dikenali/
pukul 15.43 WIB
Komentar
Posting Komentar