Frauenkirche Dresden

    Frauenkirche (Gereja Bunda Kita) Dresden adalah bangunan gereja megah yang berada di jantung Kota Dresden. Katedral Lutheran ini dulunya adalah Katedral Katolik. Sejak Era Reformasi, katedral ini berubah menjadi katedral Kristen namun tetap mempertahankan nama aslinya. Berawal di situs yang sama, sebuah katedral bergaya Romawi menjadi paroki imam agung dari Keuskupan Meissen. Saat itu, gereja ini berada di luar tembok kota dan dikelilingi oleh kuburan. Seiring waktu, jemaat semakin bertambah menyebabkan gereja ini mengalami renovasi berulang kali untuk menambah daya tampung jemaat. Pada abad ke-13, renovasi ulang gereja menjadi berarsitektur Gothik. Pada akhir abad ke-16, tembok kota diperlebar sehingga gereja ini sekarang berada di dalam Kota Dresden. Pada tahun 1714, atas perintah Augustus yang Kuat (Augustus the Strong), kuburan di sekitar gereja dihilangkan karena alasan kesehatan dan kebersihan lingkungan.

    Frauenkirche yang berarti Gereja Bunda Kita dibangun untuk adorasi terhadap Perawan Maria, Ibu Yesus. Nama aslinya adalah Unserer Lieben Frauen. Nama ini tetap bertahan hingga sekarang.  Karena nama aslinya yang panjang, lambat laun nama ini disingkat menjadi Frauenkirche. Munculnya gerakan Reformasi menyebabkan gereja ini beralih menjadi Gereja Kristen. Meskipun iman Kristen tidak mengenal adorasi kepada Perawan Maria, namun nama gereja tetap dipertahankan. 

    Frauenkirche terkenal karena memiliki kubah yang sangat besar dan beratnya lebih dari 12.000 ton. Berat yang fantastis ini ditopang oleh menara-menara yang menjulang tinggi dengan lengkungan penghubung. Kubah gereja ini menjadi kubah gereja terbesar di utara Pegunungan Alpen dan menjadi tandingan kubah Katedral Santo Petrus di Vatikan. Gereja ini dibangun dengan gaya arsitektur Barok yang memperhatikan detil dinding dan lukisan bangunan serta dibangun dengan menggunakan sandstone.

    Pada tahun 1722, Dewan Kota memutuskan untuk membangun gereja baru. Frederick August I (1670-1733) yang menganut Katolik tetap mendukung dan mengizinkan pembangunan gereja yang baru yaitu Frauenkirche, karena ia tidak memaksakan prinsip cuius regio, eius religio. George Bahr ditunjuk untuk membangun gereja ini. Dengan memperhatikan liturgi Kristen, ia merancang setiap bagian secara mendetail,salah satunya altar gereja. Menurut rancangan awalnya, kubah gereja akan dibuat dengan menggunakan kayu yang dilapisi tembaga. Namun, biaya yang diperlukan mahal sehingga diputuskan untuk membuat kubah ini keseluruhan menggunakan batu. Awalnya memang meragukan karena kubah ini akan sangat berat dan apakah tiang-tiang penyangganya akan kuat. Semua keraguan ini akhirnya terjawab setelah kubah ini selesai dibuat pada tahun 1736. 

    Lengkungan di bagian bawah kubah membuat bentuk kubah ini seperti lonceng raksasa sehingga dijuluki “Lonceng Batu”. Puncak dari gereja adalah sebuah salib berlapiskan emas. Bagian dalam kubah terdapat lukisan Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes serta alegori tentang kepercayaan, cinta, harapan, dan belas kasih. 

    Frauenkirche dibangun dengan menggunakan gaya arsitektur Barok karena Dresden merupakan pusat seni arsitektur gaya Barok dan Rokoko di tahun 1700-an. Sejak masa pemerintahan Augustus the Strong (1670-1733), kota ini dihiasi oleh bangunan-bangunan bergaya Barok dan Rokoko. Augustus III sebagai penerus Augustus the Strong (Augustus II) mengalami kekalahan selama Perang Tujuh Tahun. Frederick the Great (Frederick II) dari Prusia menyerang Dresden dan menembakkan 100 bola meriam ke arah Frauenkirche. Kekuatan dari kubah Frauenkirche teruji saat para saksi mata pada masa itu melihat semua bola meriam terpental dan tidak menimbulkan kerusakan pada kubah. 

    Selama Perang Dunia II, Dresden dihujani bom dari Royal Air Force (RAF) Britania Raya dan United States Army Air Force (USAAF) Amerika Serikat. Pada tanggal 13 Februari-14 Februari 1945, bom terus berjatuhan di Kota Dresden. Namun, Frauenkirche tetap bertahan. Sejak dini hari tanggal 14 Februari 1945, api telah membakar seluruh kota. Bahkan, api ini membakar seluruh bangku dan bagian bangunan Frauenkirche yang terbuat dari kayu. Terdapat 300 orang yang berlindung di dalam Frauenkirche. Suhu temperatur di sekitar dan di dalam gereja bahkan mencapai 1000 derajat celcius. Pagi hari, 15 Februari 1945, Frauenkirche akhirnya roboh. Seluruh tiang penyangga memuai karena suhu panas dari api yang membakar gereja. Satu persatu batu meledak karena panas ekstrim menyebabkan tiang-tiang penyangga utama kubah tidak dapat bertahan lebih lama lagi untuk menopang kubah seberat 12.000 ton. Akhirnya, kemegahan Frauenkirche menjadi puing-puing batu. Selain itu, 135.000 penduduk kota Dresden tewas.

    Selama masa pemerintahan Republik Demokratik Jerman atau disebut juga dengan Jerman Timur (1949 – 1990), puing-puing Frauenkirche menjadi monumen peringatan dan simbol perdamaian. Sentimen dari penduduk Dresden berhasil menggagalkan usaha pemerintah komunis Jerman Timur yang ingin membersihkan puing dan menjadikannya lahan parkir. Pada tahun 1982, aksi protes damai dilakukan dekat puing-puing ini menentang rezim komunis Jerman Timur. Pada tahun 1989, jumlah pengunjuk rasa di Dresden dan kota-kota lain semakin banyak hingga puncaknya berakhir saat Tembok Berlin dirobohkan. 

    Setelah reunifikasi Jerman, rencana membangun kembali Frauenkirche mulai disuarakan. Rencana ini sebenarnya sudah ada setelah Perang Dunia II. Namun, karena situasi di masa pemerintahan Jerman Timur menyebabkan rencana ini tertunda. Pembangunan menghabiskan dana yang sangat besar. Semua fragmen di situs Frauenkirche dikumpulkan dan diberi nomor. Pembangunan ulang ini dimulai pada tahun 1994 dan selesai pada tahun 2005. Dana pembangunan didapatkan dari sumbangan dalam negeri dan luar negeri. Inggris menjadi salah satu negara yang menyumbangkan dana pembangunan dan salib baru berlapis emas menggantikan salib lama yang rusak. Bantuan dari Inggris ini menjadi rekonsiliasi antara Jerman dengan Inggris. 

    Batu lama diidentifikasi dan ditentukan dimana posisi asalnya dengan menggunakan kecanggihan program komputer. Ratusan insinyur, arsitek, dan ahli sejarah ambil bagian dalam rekonstruksi Frauenkirche. Karena penggunaan batu lama dan batu baru menyebabkan fasad Frauenkirche terlihat seperti puzzle tetapi warna dari batu baru nantinya lambat laun juga akan sama dengan batu lama. Seluruh bagian Frauenkirche menggunakan rancangan dan cara pengerjaan yang sama dengan yang asli kecuali bagian kubah. Para ahli tidak mau mengambil resiko dengan menggunakan cara lama sehingga kubah diberi penguat untuk menopang batu kubah. Pada tanggal 30 Oktober 2005, Frauenkirche ditahbiskan ulang sehingga secara resmi menjadi rumah Tuhan. Dengan demikian, Frauenkirche menjadi simbol perdamaian dan Rekonsiliasi Jerman. 

Sumber: 

1. https://www.frauenkirche-dresden.de/en/building/ (diakses pada 5/12/2020 jam 16.30)

2. https://id.wikipedia.org/wiki/Dresden (diakses pada 5/12/2020 jam 16.45)

3. https://id.wikipedia.org/wiki/Pengeboman_Dresden_pada_Perang_Dunia_II (diakses pada 5/12/2020 jam 17.00)

Komentar