Pesona Denpasar, Bali

Denpasar merupakan kota yang terdapat di Pulau Bali dan menjadi sangat terkenal karena memiliki keindahan alam khususnya Pantai Kuta dan Tanjung Benoa. Kuta menjadi destinasi wisata unggulan dalam negeri dan luar negeri. Selain itu, pantai ini menjadi tujuan wisata yang wajib bagi semua wisatawan yang berwisata ke Bali. Rasanya tak lengkap jika tidak ke Kuta.

Dokumentasi pribadi: Gapura Pantai Kuta

     Denpasar berasal dari kata "den" (di sebelah utara) dan "pasar"  yang berarti tempat berjualan banyak orang dalam satu kawasan khusus. Dengan demikian, Denpasar bermakna Utara pasar. Pasar Badung menjadi pasar terbesar di Denpasar dan berdampingan dengan pasar seni Kumbasari. Dahulu, Pasar Kumbasari bernama pasar periuk (peken payuk). Payuk artinya periuk yang digunakan untuk memasak. Periuk menjadi barang dagang dominan di peken payuk pada masa itu. Produk kerajinan tanah liat seperti periuk, gerabah, dan kuali menjadi alat memasak keseharian yang sangat penting. Peken payuk juga menjual perlengkapan ritual agama Hindu. Kawasan Denpasar menjadi tempat yang ramai sebagaimana pasar pada umumnya yang didatangi oleh banyak orang dari berbagai penjuru sekitar Denpasar. 

Bermula dari sebuah taman kesayangan Raja Badung, Kyai Jambe Ksatrya. Taman ini merupakan taman yang indah dan sering digunakan untuk bermain adu ayam (tajen). Kyai Jambe Ksatrya sangat menyukai hobinya ini dan mengundang raja-raja Bali lainnya untuk beradu ayam di taman ini. Nama Denpasar merujuk pada keberadaan taman ini yang ada di utara pasar. Pada tahun 1788, Denpasar diresmikan sebagai sebuah kota bersamaan dengan didirikannya Puri Denpasar.

Taman Denpasar dibangun oleh Raja I Gusti Ngurah Gde Pamecutan. Pada tahun 1788, I Gusti Ngurah Made Pamecutan menggantikan ayahnya, Raja I Gusti Ngurah Gde Pamecutan, sebagai Raja Badung VI atau Raja Denpasar I. Di masa pemerintahannya, pusat pemerintahan yang semula berada di Puri Jambe Kesatria dipindahkan ke Puri Agung Denpasar hingga Belanda menyerang Kerajaan Badung dan mengalahkannya dalam Perang Puputan Badung pada tahun 1906. Setelah dikuasai oleh Belanda maka Puri Agung Denpasar menjadi kediaman Asisten Residen Belanda untuk daerah Bali Selatan. 

Setelah kemerdekaan Indonesia, Puri ini menjadi kediaman Gubernur Bali sampai sekarang. Namun, Merajan (Tempat suci) Puri Agung Denpasar tetap ada di lokasi Puri Agung Denpasar yang saat ini menjadi rumah jabatan Gubernur Bali, beberapa kali direnovasi dan dilestarikan oleh keturunan Keluarga Besar Puri Agung Denpasar. Keluarga besar ini sekarang mendiami Kompleks Puri baru di depan Pura Pedharman Agung Ksatria Denpasar. 

Pada tanggal 23 Juni 1960, Denpasar ditetapkan sebagai ibukota Provinsi Bali yang semula berkedudukan di Singaraja. Pemindahan ini sebagian besar disebabkan oleh kondisi geografis yang mempengaruhi perekonomian dan pelayanan masyarakat. Kondisi geografis Singaraja yang harus melalui bukit membuat akses menuju Singaraja dari berbagai kota lain di Bali cukup jauh dan terkadang terjadi longsor. Meskipun demikian, Singaraja memiliki pelabuhan alami yang sangat cocok untuk jalur perdagangan kapal-kapal. Selain itu, kondisi tanah di Singaraja yang kurang subur, sempit, dan berbukit dibandingkan dengan Denpasar, mendukung pemindahan ibukota pemerintahan provinsi Bali dari Singaraja ke Denpasar. Hingga saat ini, pertumbuhan ekonomi Bali berpusat di Denpasar dan sekitarnya. 

Kota Denpasar dilalui oleh Sungai Badung (Bahasa Bali: Tukad Badung) yang mengalir sepanjang kurang lebih 30 km dan bermuara di Teluk Benoa. Tukad adalah Bahasa Bali untuk sungai. Dahulu, di sungai ini sering terjadi banjir dan merusak daerah sekitar aliran sungai. Keberadaan Pasar Badung dan Pasar Kumbasari menimbulkan Sungai Badung kotor karena kebiasaan membuang sampah di sungai. Namun, pemerintah Kota Denpasar melakukan revitalisasi Sungai Badung untuk mencegah terjadinya banjir dan berencana menjadi daerah wisata yang mengangkat tema sebagai sungai yang dapat dinikmati keindahannya dengan berjalan-jalan di sekitar aliran sungai. Dahulu, Sungai Badung merupakan sungai tercemar yang ada di Bali dan tidak memiliki daya tarik apapun selain limbah yang mengalir setiap hari. Mengangkat kearifan lokal Bali pada proyek ini bertujuan untuk meningkatkan daya tarik wisatawan. Dengan adanya revitalisasi ini diharapkan Sungai Badung menjadi wajah baru dalam keindahan Kota Denpasar.

Sekitar tahun 1546, Tanjung Benoa merupakan sebuah pelabuhan kecil untuk perdagangan para pelaut Cina yang menjual berbagai barang dagangan seperti kain sutra, giok, dan keramik. Karena Kapal Wangkang (kapal Cina yang banyak digunakan untuk berdagang) menggunakan tenaga angin, maka para pelaut dan pedagang harus menunggu waktu yang tepat yaitu saat angin berhembus ke arah yang diinginkan untuk kembali melaut atau pulang ke Cina. Bukan waktu yang singkat untuk menunggu angin yang cocok sehingga banyak yang memilih untuk mendirikan pemukiman sementara di daerah Tanjung Benoa. Pernikahan dengan masyarakat asli Bali juga terjadi dengan para pedagang Cina. Hal ini menimbulkan beberapa diantara etnis Tionghoa tersebut mulai menetap. Untuk menunjang ibadah, klenteng dibangun di tengah pemukiman Tionghoa. Klenteng tersebut bernama Klenteng Caow Eng Bio yang dekat dengan laut untuk memuja Dewa Laut.

Tanjung Benoa juga sempat menjadi kampung nelayan. Sejak tahun 1980-an, pertumbuhan ekonomi Bali yang meningkat menyebabkan kawasan sekitar Tanjung Benoa memiliki banyak kemajuan dalam pariwisata dan perhotelan, seperti di Nusa Dua. Akibatnya, Tanjung Benoa berkembang menjadi pusat pariwisata bahari Bali dengan berbagai macam permainan olahraga air. Selain itu, juga terdapat penangkaran penyu hijau yang dilindungi di pulau kecil bernama Pulau Penyu. Tidak hanya penyu di sana, tetapi juga banyak hewan lain mulai dari reptil, burung, ikan, dan lainnya. Untuk menuju ke sana, wisatawan bisa menggunakan perahu sewa yang disediakan oleh masyarakat sekitar Tanjung Benoa. 

Dengan demikian, pertumbuhan dari tahun ke tahun Kota Denpasar bisa menjadi tolok ukur kemajuan Provinsi Bali khusunya dan kemajuan pariwisata Indonesia pada umumnya. Sejak kejayaan kerajaan-kerajaan di Bali hingga pendudukan Belanda dan Jepang, Denpasar memegang peranan penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia dari penjajahan. Berbagai peninggalannya bisa dipelajari dan dimaknai sebagai bentuk nasionalisme Indonesia. Keindahan alam dan budaya Bali di Denpasar menjadi identitas penting yang akan terus diingat oleh semua wisatawan yang datang di Bali. Bahkan wisatawan mancanegara mengenal Indonesia dengan mengingat nama Bali. Dari sekian banyak destinasi wisata yang ada di Provinsi Bali diharapkan menjadi contoh pengembangan dan pengelolaan pariwisata di tempat lain di Indonesia.  


Komentar